Menarik untuk mencermati kesamaan nama etnik Tai/Thai atau Tay/Thay yang bermukim di Asia Tenggara dengan etnik Tay/Tayyi atau kadang juga ditulis Tae’ yang bermukim di jazirah Arab. Karena pada dasarnya, kedua etnik tersebut sama-sama merupakan etnik kuno yang telah mendiami kawasan itu selama ribuan tahun. Nama alternatifnya pun juga menunjukkan kemiripan. Orang tay di asia tenggara kadang juga disebut ‘orang shan’, sementara orang tay di jazirah Arab kadang juga disebut ‘orang shammar’.
Untuk informasi lebih detailnya, berikut ini ulasan profil kedua etnik tersebut.
Profil Orang Tay di Asia Tenggara
Oleh para sejarawan, orang Tay di Asia Tenggara dikatakan berasal dari wilayah Cina Tengah yang pada masa 2200 SM bergerak dan tersebar di sebagian besar Cina Selatan dan Asia Tenggara Daratan, seperti Thailand, Laos, Vietnam, serta juga mendiami wilayah Myanmar hingga bagian Timur Laut India.
Orang Tay dianggap sebagai pelopor pertanian padi. [Shona T. S. Goodman, Ph.d., Harn Yawnghwe: From Princes to Persecuted: A Condensed History of the Shan/Tai…. (2014)]
Bukti genetik terbaru menunjukkan bahwa semua bentuk beras Asia, baik indica maupun japonica, berasal dari satu peristiwa domestikasi yang terjadi 8.200-13.500 tahun yang lalu di wilayah lembah Sungai Yangtze dan Huai di Cina.
Studi morfologi phytolith padi dari situs arkeologi Diaotonghuan menunjukkan adanya pola transisi dari pengumpulan beras liar ke budidaya padi peliharaan.
Banyaknya phytolith beras liar di kawasan Diaotonghuan yang berasal dari 12.000–11.000 BP menunjukkan bahwa pengumpulan beras liar adalah bagian dari cara subsisten lokal.
Perubahan morfologi phytolith Diaotonghuan yang berasal dari 10.000-8.000 BP-lah yang kemudian menunjukkan jika pada masa ini beras telah didomestikasi. Segera setelah itu dua varietas utama beras indica dan japonica ditanam di Cina Tengah.
Lalu, pada akhir milenium ke-3 SM, terjadi ekspansi cepat penanaman padi ke daratan Asia Tenggara dan ke arah barat melintasi India dan Nepal. (sumber di sini)
Demikianlah, dari data-data ini, dapat kita asumsikan jika wilayah Cina Tengah yang dimaksudkan para sejarawan sebagai asal orang Tay, besar kemungkinan adalah wilayah lembah sungai Yangtze dan sungai Huai yang merupakan titik awal domestikasi padi.
Begitu juga mengenai ekspansi penanaman padi ke daratan Asia Tenggara dan sekitarnya pada milenium ke-3 SM, dapat diduga dilakukan oleh orang-orang Tay.
Profil Orang Tay di Jazirah Arab
Orang Tay atau Tae’, juga dikenal sebagai Tayyi, adalah suku Arab terbesar, paling berpengaruh dan juga paling kuno. Pada hari ini keturunan mereka adalah suku Shammar (dan banyak suku lainnya). Nisba atau patronimik nama Tayy adalah Ath-Tha’i ( ).
Mengenai sebutan Tae’ dapat ditemukan dalam tulisan Sheikh Mohammed Ridha Al-Shabibi (seorang tokoh nasional Irak, negarawan, penyair dan pendidik yang hidup antara tahun 1889 – 1965) seperti pada “Abu Bakr As Sideeq R. A The First Caliph” dan “Imam Ali ibn Abi Taleb The Fourth Caliph“.
Asal mula orang Tayy dapat dilacak berasal dari bangsa Qahtan yang tanah air aslinya adalah di Yaman. Mereka eksodus dari Yaman sekitar tahun 115 M, bergerak ke arah utara dengan menyerbu wilayah dataran tinggi Najd dan merebut pegunungan Jabal Aja dan Jabal Salma yang sebelumnya dihuni Bani Assad dan Bani Tamim.
Kedua gunung tersebut kemudian secara kolektif dikenal sebagai “Jabal Tayy” (Gunung Tayy), atau juga disebut “Jabal Shammar”, wilayah inilah yang kemudian menjadi tanah air tradisional suku hingga saat ini.
Hippolytus (170-235 AD), mencatat ada tiga kelompok masyarakat di jazirah Arab, yakni: Taeni (Tai / tayy / tayyi), Saraceni (saracen) dan Arab. Namun, umumnya sumber-sumber non-Arab paling awal menyebut orang Arab sebagai Taits (tayy).
Generalisasi penyebutan “tayy” untuk orang Arab secara umum, bisa dikatakan sama dengan penyebutan “saracen” oleh para penulis kristen di Eropa (yang setidaknya dimulai pada awal abad kelima), untuk suku-suku Arab secara umum, terutama merujuk kepada orang-orang yang tinggal di daerah gurun di dekat provinsi Romawi, Petraea.
Yang kemudian setelah pembentukan kekhalifahan, orang-orang Bizantium menyebut semua subyek Muslim dari kekhalifahan sebagai orang Saracen. Melalui Bizantium dan tentara salib, nama itu menyebar ke Eropa barat, dan bertahan hingga zaman modern.
Jika ‘Saracen’ akrab digunakan orang Eropa saja maka, Tayy, selain dikenal di Eropa (misal, Pliny menulisnya ‘Taueni’, Bardesanes & Eusebius menulisnya ‘Taini’), juga akrab digunakan orang di Asia Tengah, India, Melayu, hingga China.
Terkait hal ini, Jawwad Ali dalam buku “Sejarah Arab Sebelum Islam – Volume 1” (1968; 2018: 17) menjelaskan sebagai berikut: Di kalangan Persia dan Bani Aram, Arab juga diistilahkan dengan sebutan lain, yaitu Toyaye dan Taiy. Para ilmuwan pada masa Talmud dari kalangan Ibrani menyebut mereka dengan tha-ya ya-‘a atau thaya’a, dan thayya atau thayyah. Tampaknya semua itu memiliki asal kata yang sama, diambil dari kata thay‘, nama kabilah Arab yang sangat terkenal menurut pandangan mayoritas ilmuwan.
Mereka tinggal di dua wilayah, di ujung perbatasan imperium Persia. Kala itu, mereka adalah kabilah Arab paling kuat. Karena itu, nama mereka disinonimkan dengan Arab.
Sementara itu, Pardeson menyebut kata “tayaye” dan “tayoye” disandingkan dengan kata “sarakoye“. Menjelang Masehi, sebutan ini mulai santer terdengar. Di abad ke-1 M, istilah ini pun tersebar luas. Begitulah penjelasan dalam literatur-literatur Suryaniyah dan Yahudi.
Teks-teks Pahlawi menggunakan istilah “tadgik” atau “tachik” atau “tashik” untuk menyebut Arab, sebagaimana Persia juga menggunakan “tazi” untuk menyebut maksud yang sama. Armenia menggunakan istilah “tachik” untuk menyebut Arab dan umat Islam, sedangkan orang China menggunakan istilah “tashi“.
Masyarakat Asia Tengah yang telah memeluk Islam pasti kenal dengan sebutan ini. Orang Turki menyebut penduduk Iran dengan istilah “tachik“, hingga kemudian dalam bahasa Turki, kata “tachik” dimaknai orang Iran.
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa kata tadgik, tachik, atau tazik berasal dari kata thay‘.
Hippolytus (170-235 AD), mencatat ada tiga kelompok masyarakat di jazirah Arab, yakni: Taeni (Tai / tayy / tayyi), Saraceni (saracen) dan Arab. Namun, umumnya sumber-sumber non-Arab paling awal menyebut orang Arab sebagai Taits (tayy).
Dalam kronik Cina terutama dari dinasty Tang dan dinasty Song sebutan untuk Arab biasanya tertulis Ta-shi kuo atau Dashi Guo (kuo / guo = negara) yang berarti “negara Ta-shi”, serta sebutan Ta-shi fa (fa= hukum) yang berarti “Hukum atau agama dari Ta-shi”. [Raphael Israeli: Islam in China: Religion, Ethnicity, Culture, and Politics, 2002: 284]
Demikianlah, dari uraian di atas dapat kita cermati bahwa, yang pada hari ini kita kenal sebagai bangsa Arab, pada masa lalu, lebih dikenal sebagai bangsa Tay, Tazik atau Ta-zhi.
Sama-sama Pionir Pertanian Padi
Jika orang Tai atau Tay di wilayah Asia Tenggara daratan dikenal sebagai pionir pertanian padi, maka orang Tay di jazirah Arab pun sebenarnya juga merupakan pionir pertanian padi di wilayah tersebut.
Hal ini dapat kita cermati pada fakta bahwa, asal usul orang Tay kuno berasal dari Yaman yang merupakan titik awal dimulainya pertanian padi di jazirab Arab.
Bahkan, wilayah Ha’il modern di mana orang tayy berpusat, Saat ini adalah pusat program pertanian Arab Saudi. Sebagian besar tanaman gandum kerajaan berasal dari daerah di sekitar kota ini. (sumber di sini)
Wilayah Ha’il terkenal sebagai representasi kemurahan hati orang-orang Arab, karena ini adalah tempat di mana Hatim al-Tai hidup, pemimpin Bani Tayy yang juga seorang penyair Arab yang terkenal.
Ia hidup sebelum Nabi Muhammad menyebarkan ajaran Islam. Ia dikisahkan terutama terkait kemurahan hatinya yang ekstrem, yang mana membuatnya menjadi ikon bagi orang Arab hingga saat ini, seperti dalam ungkapan pepatah “Lebih murah hati daripada Hatem”.
Ketika Nabi Muhammad mengirim Ali bin Abi Thalib untuk ekspedisi ke suku Tayy yang beragama Kristen pada saat itu, putri Hatim al-Tai tertangkap, dan Muhammad diminta untuk membebaskannya. Permintaan itu kemudian dipenuhi, setelah Muhammad mengetahui bahwa ayah wanita itu adalah Hatim ibn Abdullah.
Karena menghormati reputasi terhormat orang tuanya, Muhammad memberinya pakaian dan uang lalu membawanya ke keluarganya di Suriah. Terkesan oleh perlakuan Muhammad terhadap saudara perempuannya, Adi ibn Hatim menemui Muhammad dan masuk Islam, bersama dengan sebagian besar saudara-saudaranya.
***
Sesungguhnya ada banyak kesamaan yang bisa kita temukan pada etnik Tay yang bermukim di Asia Tenggara dan Tay di Jazirah Arab.
Jika orang Tay di Arab dikatakan berasal dari Yaman, dan merujukkan asal usulnya dari Saba di Yaman, maka kita pun dapat melihat jika orang Tay di Vietnam pun memiliki distrik Sapa, yang pada hari ini, terutama di desa Ta Van dipromosikan oleh pemerintah Vietnam sebagai tempat dimana para wisatawan dapat menikmati keaslian budaya hidup orang Tay.
Hal menarik lainnya, jika benar uraian Jawwad Ali bahwa sebutan tadgik, tachik, atau tazik berasal dari kata thay‘, dan bahwa dari kata ini pula sebutan “tachik” yang dimaknai “orang Iran” berasal, maka fakta ini dengan sendirinya memaksa kita untuk tidak melihat wilayah sebaran orang thay sebatas di jazirah Arab saja, karena sejarah mencatat bahwa orang-orang Tajik yang disebut berasal dari Iran juga ada bermukim di wilayah Asia Tengah.
Mereka terutama terkonsentrasi di Cekungan Oxus, lembah Farna (Tajikistan dan sebagian Uzbekistan) dan di kedua tepi Oxus atas, yaitu pegunungan Pamir (Gunung Bada Bn, di Tajikistan) dan Afghanistan timur laut (Badan). (sumber di sini)
Sekian. Semoga bermanfaat. Salam.