Dalam konsep Lokapala, Dewa Kubera menduduki Graha (benda langit) planet Mercury. Sementara di sisi lain, dalam mitologi Mesir kuno dikenal ada nama Dewa Set yang menurut astronomi Mesir kuno umumnya dikaitkan dengan planet Merkurius. Kesamaan menempati planet Mercury atau Merkurius ini mengindikasikan Kubera dan Set sebagai figur yang identik. Lebih jauh, kita dapat melihat pula bahwa nama Set sangat mungkin terkait dengan nama putra Nabi Adam yaitu Nabi Seth. Dan melalui pencermatan metode onomastik, perkiraan ini tampaknya memang ada benarnya.
Metode onomastik yang saya gunakan dalam hal ini yaitu memanfaatkan aksara Hanzi untuk mengetahui makna dari nama SETH. Hasilnya, dari nama SETH muncul tiga karakter hanzi yaitu:
色 Sè = Warna
土 Tǔ = Bumi
黃 Huáng = Kuning
Identifikasi nama “Seth” yang kurang lebih berarti “warna bumi kuning” ini setidaknya ada kaitannya dengan identitas dewa Kubera yang dalam mitologi akrab dengan identitas warna kuning atau emas.
Bahkan dalam buku Vettam Mani “Puranic Encyclopaedia: A Comprehensive Dictionary With Special Referrence to the Epic and Puranic Literature (1975: 434) disebutkan bahwa Kubera memiliki nama Ekaksipingala yang berarti “orang yang mempunyai satu mata kuning”.
Demikianlah, dari fakta tersebut, kuat dugaan saya, dewa Kubera adalah personifikasi sosok Nabi Seth (putra Nabi Adam) di masa kuno.
Mengingat Kubera adalah penguasa atau penjaga utara, dan bahwa arti nama Seth (yaitu “bumi kuning”) serta arti nama lain Kubera, Ekaksipingala = “orang yang bermata satu kuning“) — maka, saya menduga kuat bahwa negara di utara yang dimaksud adalah Cina. Karena kita tahu, kaisar pertama, atau kaisar mitologi Tiongkok, dikenal dengan nama “Huang Di” yang berarti “kaisar kuning”.
Dari nama Kaisar Kuning, muncullah istilah Sungai Kuning ataupun laut kuning (laut antara Cina dan Jepang). Demikianlah, sepertinya Kaisar Kuning atau Huang Di adalah gelar lain dari Kubera atau Nabi Seth.
Kubera
Kubera ( Sansekerta : कुबेर , diromanisasi : Kubera ) juga dikenal sebagai Kuvera, Kuber dan Kuberan, adalah dewa kekayaan, dan dewa raja yaksha semi-ilahi dalam agama Hindu . Ia dianggap sebagai penguasa utara ( Dikpala ), dan pelindung dunia ( Lokapala ).
Dalam tradisi kuno, Kubera dikenal sebagai ‘bendahara para dewa’ dan ‘raja Yaksha’. Dia adalah representasi sejati dari kekayaan, kemakmuran dan kemuliaan. Kubera tidak hanya mendistribusikan, tetapi juga menjaga dan melindungi seluruh harta alam semesta ini. Oleh karena itu, ia juga dikenal sebagai penjaga kekayaan.
Kubera juga dikenal sebagai penguasa Utara (Dik-pala), dan pelindung arah (Lokapala). Dia telah diberikan otoritas eksklusif atas arah Utara (Uttara disha).
Banyak julukan yang memuji dia sebagai penguasa berbagai spesies semi-ilahi dan pemilik harta dunia. Kubera sering digambarkan dengan tubuh montok, berhiaskan permata, membawa pot uang dan pentungan.
Dia pada awalnya digambarkan sebagai pemimpin roh jahat dalam teks era Weda. Kubera memperoleh status Dewa hanya dalam Purana dan epos Ramayana. Dalam naskah epos tersebut dijelaskan bahwa Kubera pernah memerintah Lanka, tetapi digulingkan oleh saudara tirinya yang jahat, Rahwana, yang kemudian menetap di kota Alaka di Himalaya.
Kubera juga telah berasimilasi dengan panteon Buddha dan Jain. Dalam agama Buddha, ia dikenal sebagai Vaisravana, patronimik yang digunakan Hindu Kubera dan juga disamakan dengan Pañcika, sedangkan dalam Jainisme, ia dikenal sebagai Sarvanubhuti.
Kubera Dalam Naskah Ramayana
Dewa Kubera berasal dari pohon keluarga Dewa Brahma. Dia adalah putra Vishrava dan Idavida. Vishrava juga menikah dengan putri iblis Kaikesi, yang mengasuh empat anak: Rahwana, Kumbakarna, Vibhishana dan Surpanakha. Jadi Lord Kubera juga merupakan saudara tiri Rahwana.
Kubera menikah dengan Kauberi dan mereka memiliki empat anak. Tiga orang putra bernama Nalakubara, Manigriva, Mayuraja dan seorang putri bernama Meenakshi.
Nabi Seth Menurut Literatur Nusantara
Cerita tentang sosok Nabi Seth dapat kita temukan dalam naskah Babad Tanah Jawi, yaitu karya sastra bertema sejarah yang berbentuk tembang.
Naskah Babad Tanah Jawi memuat silsilah cikal bakal raja-raja tanah Jawa, Silsilah tersebut tersusun mulai dari nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja tanah Jawa.
Dalam naskah Babad Tanah Jawi ceritakan bahwa Nabi Adam memiliki anak 40 pasang kembar. Nabi Adam berkehendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan cara silang. Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing. Alasan Hawa, sudah merupakan ketentuan takdir dijodohkan sejak dalam kandungan.
Dalam pertengkaran antara Adam dan Hawa tersebut, dalam keadaan marah keduanya mengeluarkan rahsa yang diterjemahkan sebagai “darah ” atau “dayaning urip” (daya hidup).
Singkat cerita, Rahsa tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan sama-sama dipanjatkan doa. Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa.
Atas kemurahan Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah (kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga dapat hidup sempurna.
Adam mendapatkan bisikan dari Allah agar bayi tersebut dinamakan Sis, Seth atau Set—yang dalam Jitapsara (Kitab susunan Begawan Palasara, Jawa) disebut Sang Hyang Sita. Nabi Adam memanjatkan syukur kepada Allah sementara bayi tersebut digendongnya.
Tiba-tiba datang badai (angin ribut) yang ikut menerbangkan cupu tempat bayi hingga jatuh di tengah Samudera Hijau dan diterima malaikat Azazil (yang nantinya akan dikenal sebagai Iblis).
Dalam bagian yang lain dikisahkan bahwa setelah dewasa, Nabi Seth mendapatkan jodoh dari Allah yaitu bidadari bernama Dewi Mulat. Malaikat Azazil mengetahui dan mendengar bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam akan sangat dikasihi Allah.
Maka, Azazil kemudian berdoa kepada Allah dan selalu berupaya agar keturunan Adam dan keturunannya bisa menyatu. Maksudnya, agar dirinya dapat menurunkan raja-raja bagi manusia.
Doa Ngazazil dikabulkan, kemudian anaknya, Dlajah, dibuat mirip dengan Dewi Mulat untuk menggantikan isteri Nabi Sis tersebut. Sedang Dewi Mulat disembunyikan.
Setelah Azazil mengetahui nutfah Nabi Seth jatuh di telanakan (rahim) Dlajah maka cepat-cepat Dlajah dibawa pulang ke kahyangannya dan Dewi Mulat dimunculkan kembali.
Dewi Mulat melahirkan anak kembar pada waktu julungwangi atau saat matahari terbit. Yang satu berwujud bayi laki-laki dan yang satunya berwujud Cahya (Nur).
Pada waktu yang sama Dlajah juga melahirkan, tepat saat julung pujut atau saat matahari tenggelam. Yang dilahirkan Dlajah berwujud Asrar (rahsa) yang berkilauan memancarkan cahaya laksana embun pagi di daun talas.
Selanjutnya Asrar tersebut dibawa Azazil ke Kusniyamalebari dan dipersatukan dengan anak Nabi Seth dengan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur).
Kakek bayi-bayi tersebut, Nabi Adam, memberi nama Anwas (Nasa, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud bayi laki-laki (dari Dewi Mulat) dan Anwar (Nara, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud cahaya (persatuan antara anak Dewi Mulat dan anak Dlajah).
Setelah dewasa, Anwas tekun beribadah kepada Allah, sementara Anwar gemar bertapa dan berkelana hingga bertemu dengan Malaikat Azazil , kakeknya, dan berguru kepadanya. Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian. Bisa berubah sebagai laki-laki atau perempuan, bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa diindera). Juga bisa terbang ke angkasa dan masuk ke perut bumi.
Ketika Anwar pulang dan bertemu Nabi Adam, maka kakeknya melihat berubahnya perilaku cucunya itu. Nabi Adam paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Azazil dan berkata kepada Nabi Seth, bahwa kelak Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek dan ayahnya.
Demikianlah uraian singkat cerita tentang Nabi Seth dalam naskah-naskah dari Nusantara.
Yang menarik, Cerita tentang Nabi Seth yang banyak bersentuhan dengan Azazil atau Iblis yang dikisahkan dalam naskah-naskah Nusantara, sangat tampak ada keidentikan dengan kisah Dewa Kubera dalam teks era Weda yang merupakan teks suci agama Hindu yang paling tua.
Dalam teks Weda, Kubera digambarkan sebagai pemimpin roh jahat. Bahkan teks bergengsi seperti Shatapatha Brahman juga menganggapnya sebagai pemimpin pembunuh dan penjahat. Shatapatha Brahmana berisi komentar tentang Yajurveda. Komentar ini dikaitkan dengan orang bijak Weda Yajnavalkya. Digambarkan sebagai yang paling lengkap, sistematis, dan penting terkait komentar tentang Weda. Shatapatha Brahmana berisi penjelasan rinci tentang ritual pengorbanan Weda, simbolisme dan mitologi.
Di kemudian hari, dalam Purana, Kubera mendapat kehormatan dengan status dewa. Bahkan Manusmriti berbicara positif tentangnya. Dia disebutkan dalam Ramayana dan Mahabarata dengan kualitas keilahian yang tidak perlu dipertanyakan lagi.
BACA ARTIKEL TERKAIT: Sosok Nabi Idris (Enoch) di Berbagai Tradisi Agama dan Mitologi