Salah satu nama yang melegenda dalam khazanah budaya di Tana Luwu adalah To Ciung “To Maccae ri Luwu” (artinya: orang bijak dari Luwu).
Berbagai literatur budaya di Luwu khususnya, dan Sulawesi Selatan pada umumnya mendeskripsikan sosok To Ciung sebagai sosok tempat bertanya Datu atau Raja Luwu dalam menjalankan pemerintahannya.
Hingga kini pemikiran-pemikiran bijak To Ciung tentang bentuk pemerintahan yang ideal memang terlihat masih sangat relevan.
Beberapa pemikiran Maccae ri Luwu yang sangat penting dimiliki oleh seorang pemimpin atau raja yakni mempunyai hati yang bersih (Ati Macinnong), melingkupi adat tongeng, lempuk, dan getteng.
Maccae ri Luwu menekankan, bahwa hati terkait erat dengan prilaku. Hatilah yang menggerakkan seluruh anggota tubuh manusia. Hati nurani yang berada dalam diri manusia merupakan hakekat manusia yang sebenarnya. Oleh karena itu, dalam bersikap dan mengambil keputusannya, seorang raja (datu), para bangsawan, dan pemangku adat yang memimpin suatu masyarakat haruslah memiliki hati yang bening (ati macinnong), sebagai tempat ia berdialog dan menimbang baik buruknya sesuatu. Intinya, sebelum memutuskan sesuatu ia harus mendengar hati nurani. (lebih lengkap dapat di baca di artikel ini: PEMIKIRAN MACCAE RI LUWU PADA SISTEM KEPEMIMPINAN TRADISIONAL DI LUWU).
Yang menarik karena walaupun To Ciung melegenda sebagai sosok yang arif dan bijaksana di Luwu maupun Sulawesi Selatan, tetapi sesungguhnya tak seorang pun yang mengetahui darimana asal usulnya, bahkan tak diketahui kapan tahun masa hidupnya.
Saya melihat bahwa satu-satunya jalan untuk mengetahui siapa sosok sebenarnya To Ciung ini adalah dengan mengasosiasikannya dengan sebuah nama yang disebut dalam kronik Cina kuno, yakni: ta-tso-kan-hsiung.
berikut ini kutipannya:
Di sekeliling She-po ada 28 kerajaan kecil, dan tidak ada diantaranya yang tidak tunduk. Ada 32 pejabat tinggi kerajaan, dan yang terutama di antara mereka ialah ta-tso-kan-hsiung (W. P. Groeneveldt, Historical Notes, hlm. 12-15).
Dalam kutipan diatas disebutkan bahwa ta-tso-kan-hsiung adalah seorang pejabat tertinggi di kerajaan She-po, yang membawahi 32 pejabat tinggi kerajaan.
Dapat kita lihat bahwa bentuk “hsiung” jelas sangat identik dengan bentuk “Ciung”. Dan jika benar bahwa To Ciung sama saja dengan ta-tso-kan-hsiung maka, dapat dipahami bahwa seorang pejabat tertinggi kerajaan yang membawahi 32 pejabat tinggi kerajaan tentulah merupakan sosok yang memiliki kharisma dan wawasan yang luas.
Tentu saja, mengindentifikasi To Ciung “To Maccae ri Luwu” sebagai ta-tso-kan-hsiung, pejabat tertinggi di kerajaan She-po, dengan sendirinya mengarah pada hipotesis lain bahwa kedatuan Luwu, kerajaan tertua di pulau Sulawesi, berakar pada kerajaan she-po atau holing yang disebut dalam kronik CIna.
Apakah hipotesis ini memiliki dukungan fakta-fakta lain? ya, tentu saja. Pembahasan mengenai hal ini telah banyak saya ulas dalam artikel berikut ini:
- Mengkaji Sebutan Luwu dalam Zhu Fan Zhi (Abad 13 M)
- Pembacaan Holing Sebagai Walaing atau walain oleh LC Damais
- Hipotesis Ini Buktikan Kerajaan Holing Terletak di Sulawesi
- Hipotesis Letak Geografis Holing di Sulawesi
- Di Tanah Berbentuk Kuda Ini Makam Ratu Sima
Salah satu hipotesis penting yang layak untuk dicermati dalam semua pembahasan saya mengenai subjek ini yaitu, hipotesis mengenai letak geografis kerajaan holing.
Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia II – Zaman Kuno (2008, hlm. 119), diungkap rincian letak geografis Holing dengan merujuk berita dari zaman dinasti Tang, sebagai berikut: Holing yang juga disebut She-po, terletak di laut selatan. Di sebelah timurnya terletak Po-li dan di sebelah baratnya tertelak To-po-teng. Di sebelah selatannya adalah lautan, sedang di sebelah utaranya terletak Chen-la…
Selama ini, para sejarawan (yang mengidentifikasi kerajaan holing telaknya di Jawa) umumnya mengidentifikasi Po-li di sebelah timur Holing sebagai Bali. Sementara To-po-teng di sebelah barat diidentifikasi sebagai suatu kerajaan di Jawa Barat dan ada juga yang menganggap sebagai Sumatera.
Secara fonetis, Po-li dan Bali memang sangat identik. Tapi untuk To-po-teng, rasanya, tidak ada satupun nama kerajaan di Jawa Barat atau di Sumatera yang identik dengan nama To-po-teng.
Sementara itu dalam hipotesis yang saya usulkan, dengan mengidentifikasi wilayah kerajaan Luwu dan sebagai Toraja hari ini (terutama wilayah Balusu) sebagai bekas kerajaan Holing maka, Po-li saya identifikasi merujuk pada Malili di Luwu Timur, sementara To-po-teng saya identifikasi merujuk pada Tabating di wilayah Sulawesi Barat hari ini. Dapat kita lihat, Toponim To-po-teng yang disebut dalam kronik Cina sangat identik dengan toponim Tabating. (Silakan baca ulasan lengkapnya dalam artikel ini: Hipotesis Letak Geografis Holing di Sulawesi)
Saya lihat, yang paling parah dari hipotesis yang selama ini berkembang, yang menempatkan Holing di pulau Jawa, yaitu, bagian yang mengidentifikasi Chen-la di sebelah barat Holing sebagai Kamboja. Logikanya, jika Jawa diidentikasi sebagai She-po atau Holing, sementara Chen-la sebagai Kamboja, maka, laut Cina selatan dan pulau Kalimantan yang amat besar di antara keduanya itu masuk dalam wilayah kerajaan mana? Tidak mungkin di pulau Kalimantan yang sangat besar itu tidak ada kerajaan yang berdiri di sekitar abad kelima hingga kesembilan.