-->

Asal Kata 'Baka' dalam Frasa 'Alam Baka' dan Kisah Kuno yang Menyertainya


Kata ‘Baka’ sesungguhnya adalah sebuah kata misterius yang memendam banyak rahasia dari dunia kuno. Ada banyak perdebatan serta kebuntuan pencarian di kalangan sejarawan dunia yang telah berlangsung ribuan tahun, terkait kata ini.

Mengapa kata ‘baka’ dianggap penting? oleh karena, kata ini ada disebutkan dalam kitab suci, tiga agama Samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam).

Umumnya sejarawan di kalangan Islam menganggap kata ‘Baka’ atau ‘Bakka’ yang disebut dalam Surat Ali Imran ayat 96 (Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah yang di Bakka, yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam), merujuk pada kota Makkah atau Mekkah di jazirah Arab.

Begitu juga dengan kata ‘baka’ yang disebut dalam kitab Mazmur 84:6 (Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air; bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat), oleh sejarawan Islam umumnya mengidentifikasinya sebagai Makkah atau Mekkah.

Terkait klaim sejarawan Islam ini, Sejarawan Ibrani maupun Kristiani umumnya terkesan tidak sependapat. 

Demikianlah, untuk lebih meramaikan polemik ini, dalam kesempatan ini saya akan mengajukan sebuah pandangan alternatif terkait asal usul kata ‘baka’.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘baka’ berarti: tidak berubah selama-lamanya; abadi; kekal – yang lebih merupakan definisi atau keterangan terkait sifat yang berlaku di “alam baka” yakni, kekal atau abadi.

Dalam penggunaannya, frasa “alam baka” umumnya kita temukan sinonim dengan frasa “alam kubur” atau “alam kematian”.

Dalam semua mitologi bangsa-bangsa besar di masa kuno, mulai dari Jepang, Cina, Nusantara (Indonesia), India, Persia, Mesir, hingga Yunani, semuanya mengenal adanya “dunia bawah”, atau “alam kematian”, atau kadang juga disebut “Naraka atau Neraka”. 

Penguasa dunia bawah, dikenal dengan banyak nama. Dalam tradisi Hindu / Buddha dikenal dengan nama Yama, di Persia Yima, di Fenesia Melqart, di Yunani Hades. Tapi nama  ‘Yama’ nampaknya yang paling terkenal, dikarenakan terbawa seiring penyebaran ajaran Buddha ke berbagai wilayah.

Sampai di sini, tentu pembaca sekalian dapat mencermati, bahwa dalam hal ini, Saya menggali asal usul kata ‘baka’ ini menurut pemahaman bahwa ia adalah sebutan untuk “alam kematian”, dan lebih jauh menggalinya menurut tinjauan aspek mitologi kuno.

Tinjauan lain yang ingin saya ajukan adalah tinjuan linguistik. Dan saya pikir ini bagian yang menarik.

Bagi yang sering menonton anime ataupun drama Jepang, saya yakin cukup sering mendengar kata ‘baka’, yang artinya “bodoh”. Lara Croft dalam film Tomb Rider pun sering terdengar menyebut kata ini ketika mengumpat. Tahukah kamu jika kata ini terdapat pula dalam bahasa Tae di Sulawesi Selatan, “baga” yang juga artinya “bodoh.”

Yang menarik jika kita melakukan penelusuran lebih jauh, bahwa, kata “bodoh” dapat perkirakan berasal dari kata “bodo” dengan bentuk lain “podo”, akan mengarahkan kita pada fakta: “podo” berarti “sama” (dalam bahasa Jawa ataupun bahasa Tae).

Dalam banyak tulisan saya sebelumnya, telah saya ungkap jika dewa Yama (penguasa arah selatan, dunia bawah, atau pun alam kematian) merupakan analogi dari Sem atau Sam anak dari Nabi Nuh.

Juga bawah, orang Bajou menyebut diri mereka sendiri sebagai “orang Sama” didasari kepercayaan bahwa mereka adalah keturunan langsung dari Sam bin Nuh. Jadi, nama Yama dan Sama, merujuk pada sosok Sam bin Nuh.

Lebih jauh telah pula saya ungkap dalam banyak artikel sebelumnya, bahwa Semar yang dikalangan spiritualis Jawa dipercaya sebagai penguasa Tanah Jawa sejati, tidak lain juga merupakan analogi dari Sam bin Nuh.

Demikianlah, dari pemahaman di atas, dapat kita lihat jika frasa “alam baka”, atau “alam kematian”, atau “dunia bawah”, dapat juga berarti: “alam / negeri Yama, atau Sama, atau Semar, atau Sam bin Nuh.” 

Dan kuat dugaan saya jika di masa yang sangat kuno, pulau Jawa adalah pusat dari wilayah kekuasaan dewa Yama atau Sam bin Nuh.

Nama Candi Boko yang dianggap sebagai kraton Raja Boko atau Baka, yang terletak di Jawa tengah, saya pikir terkait erat dengan apa yang telah saya urai di atas. 

Dalam wikipedia dijelaskan jika “Ratu Boko” berarti “Raja Bangau”, tapi saya pribadi tidak sependapat dengan hal ini, karena saya pikir, sebutan raja biasanya mengikutkan nama wilayah yang dikuasainya, atau kaum yang dipimpinnya. Jadi, makna untuk “Ratu Boko” yakni “Raja penguasa negeri Baka,” tentunya lebih mengena jika dibandingkan dengan makna “Raja penguasa bangau”.

Jadi, kesimpulan sementara saya adalah bahwa, di suatu saat di masa yang sangat kuno, Tanah Jawa pernah disebut sebagai wilayah dunia bawah, alam kematian, alam baka, atau negeri baka. 

Makna ‘Baka’ menurut Definisi Kamus Ibrani/Yunani

Dalam kamus Ibrani dan Yunani, kata ‘baka’ (pronounced baw-kaw’) merujuk pada makna: weeping (menangis), weeping tree (pohon menangis), balsam tree (Jenis pohon cemara).

Dalam terjemahan selanjutnya, valley of Baca (lembah baka) yang disebut dalam kitab Mazmur 84:6, disebut juga valley of weeping (lembah tangisan), juga disebut valleys of Gehenna. Dalam bahasa Indonesia kata “gehenna” diterjemahkan sebagai neraka.

Demikianlah, informasi yang tersaji dalam kamus bahasa Ibrani/ Yunani, mengantarkan kita mengetahui bahwa kata ‘baka’ merujuk pada makna: menangis; pohon menangis; pohon Balsam (sejenis cemara); dan, Neraka.

Pemaknaan ‘baka’ sebagai “neraka” jelas senada dengan makna yang telah diurai sebelumnya, bahwa dunia bawah, alam kematian, alam baka, atau negeri baka, dikenal juga dengan sebutan “naraka atau neraka” dalam mitologi di masa kuno.

Mengenai makna weeping (menangis), rasanya mudah dipahami bahwa hal itu merujuk pada situasi kesedihan dan penderitaan yang dialami orang-orang setelah memasuki neraka.

Mengenai makna “pohon menangis” ataupun “pohon Balsam” yang merupakan jenis pohon cemara, dalam tulisan sebelumnya “Identifikasi Semar sebagai Analogi Sem bin Nuh“telah saya ulas jika pohon cemara memiliki keterkaitan erat dengan Semar ataupun Sem bin Nuh.

Dalam tulisan tersebut, saya menunjukkan bahwa keterkaitan antara makna simbolis di balik nama “pohon cemara” dengan “Semar”, bisa jadi merupakan penjelasan terkait adanya toponim (nama wilayah) yang menggunakan sebutan “cemara” di beberapa tempat di Jawa tengah. Seperti pantai Cemara Sewu, atau pantai Goa Cemara di Yogyakarta, juga Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu di Gunung Lawu. 

Lalu apakah dengan keseluruhan penjelasan di atas dapat disimpulkan jika tanah Bakka yang disebut dalam Surat Ali Imran ayat 96, serta Valley of Baca (lembah Baka) yang disebut dalam Mazmur 84:6, berada di pulau Jawa? 

Untuk hal ini, saya belum berani memberi kesimpulan. Karena ada juga kemungkinan jika sebutan ‘baka’ atau ‘bakka’ atau ‘makka’ yang ada di Arabia sana, adalah merupakan nama yang dibawa oleh orang-orang dari Nusantara khusus dari Jawa yang bermigrasi ke jazirah Arab.

Sebagaimana telah saya urai dalam tulisan Fakta Jejak Kuno di Balik Nama “Sunda”:

kedudukan Yama atau Semar sebagai penguasa wilayah selatan (dunia bawah, atau alam kematian), yang nampaknya menjadikan Pulau Jawa sebagai pusatnya, memiliki korelasi yang kuat dengan sejarah kuno wilayah Yaman di semenanjung Arab Selatan.

Bukan asal-asalan, jika saya katakan bahwa nama “Yaman” sesungguhnya berasal dari nama dewa Yama. Hal ini dikuatkan oleh etimologi “Yaman” dari “ymnt,” yang berarti “Selatan” .

Keberadaan huruf n di akhir kata “yaman” dapat diduga membentuk makna “orang-orang” atau “bangsa”. Ini persis sama dengan yang kita jumpai pada kata “Indian” (bangsa India), ataupun “Indonesian” (bangsa Indonesia). Jadi, “Yaman” selain bermakna “selatan,” juga bermakna: orang-orang Yama atau Bangsa Yama – yang berasal dari selatan.

Ini memberi gambaran kepada kita bahwa telah terjadi migrasi di masa kuno, dari Nusantara (khususnya dari Jawa) ke semanjung Arab Bagian selatan. Untuk diketahui, Yaman, tempat kerajaan Saba pernah berdiri, oleh para sejarawan dianggap sebagai titik paling awal dimulainya peradaban di Semanjung Arab.

Tapi saya cukup yakin untuk mengatakan bahwa pulau Jawa mestilah dianggap sebagai salah satu “puzzle” terpenting dalam mengungkap lebih jauh misteri “Baka”.

Demikianlah, kata ‘baka’ dalam frasa ‘alam baka’ terbukti memiliki asal usul yang sangat kuno bukan?  jelas bahwa makna frasa ‘alam baka’ tidaklah sesederhana yang dijelaskan dalam KBBI… 🙂

Sekian. Semoga bermanfaat. Salam.

LihatTutupKomentar