-->

Pesan Alam dalam Angka 168, dan Situasi Terkini Tanah Air


Pythagoras, seorang filsuf Yunani kuno, yang diperkirakan hidup antara tahun 570 SM – 495 SM, mengatakan: “angka merupakan sesuatu yang sakral, yang akan menyelesaikan atau membuka rahasia-rahasia tentang alam.”

Beberapa ratus tahun kemudian, Euclid, matematikawan dari Alexandria, Mesir, hidup sekitar abad ke-4 SM, mengatakan: “Hukum-hukum alam hanyalah pemikiran matematis dari Tuhan.”

Sesungguhnya sejak dari masa yang sangat kuno, Allah telah menganugerahi kita manusia pengetahuan tentang angka dan ilmu matematika, yang tidak lain agar kita dapat mengenal kebesaran ciptaan-Nya.

Berbagai ilmu hitung yang kita warisi di masa sekarang, seperti matematika, fisika, dan ilmu astronomi, besar kemungkinan adalah hal yang dipandang suci oleh orang-orang di masa kuno.

Pemahaman ini didasari pertimbangan bahwa karena Tuhan menciptakan alam semesta berdasarkan prinsip-prinsip geometris dan harmonis, maka mencari prinsip-prinsip ini berarti merupakan upaya mencari dan ingin mengenal Tuhan. Tindakan ini dengan sendirinya akan mendekatkan dan mengakrabkan sang pencari pada kebesaran dan keagungan ciptaan Tuhan.

Pada hari ini, kita mewarisi pengetahuan tentang angka dan hitungan matematika tidak hanya melalui bidang sains saja, tetapi juga melalui aspek budaya.

Angka 168 sebagai “angka kosmis” yang merepresentasi suatu “durasi waktu”

Dalam tradisi Cina, dikenal frasa “yi lu fa” yang homofon dengan penyebutan “168”. Frasa “yi lu fa” sendiri berarti “satu jalan kemakmuran” atau dengan makna lain “keberuntungan sepanjang jalan”

Permainan dadu dan domino adalah permainan dari masa kuno yang menggunakan angka dan hitung-hitungan sebagai prinsip dasar permainan.

Jumlah titik yang terdapat dalam kartu domino misalnya, berjumlah 168.

Titik dalam kartu dominan yang berjumlah 168 (dokpri)

Dalam matematika, diketahui ada 168 jumlah bilangan prima pada deretan angka 1 sampai 1000.

Deretan angka dalam bilangan prima 1 hingga 1000 yang berjumlah 168 (dokpri)

Perlu juga diketahui bahwa 168 adalah jumlah jam dalam seminggu (7×24=168)

Demikianlah, sesungguhnya dari sejak masa kuno, angka 168 telah dikenal sebagai angka khusus yang “merepresentasi durasi waktu.”

Lalu dari manakah sesungguhnya pemahaman 168 ini berasal?

Kuat dugaan saya, “pemahaman 168” timbul dari pengetahuan orang terdahulu tentang durasi waktu kehidupan umat manusia di muka bumi ini.

Bisa dikatakan, ini adalah salah pemahaman dari masa kuno yang telah terlupakan dalam ingatan kolektif kita yang hidup di masa modern.

Untungnya, pemahaman tersebut dapat dijejaki tersirat dalam beberapa ayat dalam Al Quran.

Berikut ini uraiannya…

Sebagai awalan, kita terlebih dahulu harus mencermati perbandingan waktu di dunia dan waktu di akhirat. Untuk hal ini, ada 3 ayat dalam Al Quran yang umumnya menjadi rujukan orang muslim, yaitu:

Qs. As Sajdah ayat 5: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.

Qs. Al Ma’aarij ayat 4: Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.

Qs. Al-Hajj ayat 47: Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.

Para ahli biasanya lebih memilih merujukkan perhitungannya pada surat As Sajdah ayat 5 dan Al Hajj ayat 47 yang menyebutkan perbandingan “sehari di akhirat sama dengan seribu tahun di dunia”.

Saya pribadi lebih memilih merujuk pada surat Al Ma’aarij ayat 4.

Saya melihat bahwa kata “sehari” yang disebutkan dalam ayat ini mesti diasumsikan sama dengan 12 jam, karena untuk 24 jam, dalam hemat saya tentulah mesti disebutkan sebagai sehari semalam.

Jadi kita berhitung “50 ribu tahun di dunia” sama dengan “12 jam di akhirat,” yang berarti 1 jam di akhirat = 4.166 tahun di dunia (50,000 tahun : 12 jam = 4.166)

Atau, 1 menit di akhirat = 69.4 tahun di dunia (4.166 tahun : 60 menit = 69.4),

Atau, 1 detik di akhirat = 1,15 tahun di dunia (69.4 tahun : 60 detik = 1.15), atau sama dengan 420 hari .

Dalam tradisi Islam, ada banyak literatur yang membahas mengenai perhitungan perbandingan waktu di dunia dengan waktu di akhirat.

Buku The History of al-Tabari Vol. 1 adalah salah satu yang buku yang paling banyak menjadi rujukan untuk subjek ini.

Dalam buku tersebut, al-Tabari membahas waktu ketika Adam diturunkan ke bumi serta pendapat para ulama tentang hadist nabi yang seterkaitan dengan hal tersebut, yaitu antar lain:

Menurut Muhammad b. Ma’mar -Abu ‘Amir – Zuhayr b. Muhammad – ‘Abdallh b. Muhammad b. ‘Aqil – ‘Amr b. Shurahbil b. Sa’id b. Sa’d b. ‘Ubadah – ayahnya – kakeknya – Sa’d b. ‘Ubadah: Seorang pria datang kepada Nabi dan berkata: Wahai Rasulullah, beritahu kami apa yang baik terjadi pada hari Jumat.

Nabi menjawab: atasnya, Adam diciptakan, diturunkan, dan diambil oleh Tuhan. Selain itu, ada satu jam pada hari Jumat di mana Tuhan mengabulkan semua permintaan manusia, kecuali itu menjadi sesuatu yang buruk atau pemutusan hubungan keluarga. atasnya juga, saat ketika Setiap malaikat mendekat ke Tuhan, setiap langit dan bumi, semua gunung, setiap angin semuanya terkagum-kagum pada hari Jumat. (The History of al-Tabari Vol. 1, hlm. 282-283).

Menurut Abu Kurayb-Ishaq b. Manr – Ab kudaynah – Mughirah – Ziyad – Ibrahim – ‘Alqamah – al-Qartha – ‘Salman, Rasulullah berkata: Apakah Anda tahu tentang Jumat? Ini adalah hari di mana Anda (bentuk singular) – atau Anda (bentuk plural) – [dan] ayah Adam diletakkan bersama [di bumi]. (The History of al-Tabari Vol. 1, hlm. 285).

Ada beberapa ulama yang berkata bahwa Adam diusir dari Firdaus pada jam kesembilan atau kesepuluh. Ini misalnya disampaikan Abu Ja’far: saya belajar (laporan ini) dari ‘Abdn b. Muhammad al-Marwazi – ‘Ammr b. al-Hasan – ‘Abdallh b. Abi Ja’far – ayahnya – al-Rabi ‘b. Anas – Abu al-‘Aliyah bahwa, Adam diusir dari Firdaus pada jam kesembilan atau kesepuluh…

Terkait pendapat ini, Al Tabari mengomentari, pernyataan ini mengarah pada pengertian bahwa Tuhan membuat Adam dan istrinya meninggalkan Firdaus setelah tiga jam berlalu dari tepat tengah hari, pada hari Jumat, yang juga merupakan hari-hari penghuni dunia ini… – dengan demikian dapat dikatakan bahwa seluruh waktu yang berlangsung di dunia ini masih dalam waktu hari jumat (di akhirat).

Jika kita mencermati kalimat “Adam diusir dari Firdaus pada jam kesembilan atau kesepuluh” – maka kita dapat menduga bahwa hitungan jam tersebut di mulai dari jam 6 pagi (awal hari/ terbit fajar), yang berarti jam ke sembilan atau kesepuluh yang dimaksudkan adalah jam 3 atau jam 4 sore (telah memasuki waktu Ashar).

Suatu kemungkinan yang dapat dipertimbangkan di sini, adalah bahwa bisa jadi dari hal inilah makna yang terkandung dari surat Al ‘Ashr, bahwa kalimat “wal-‘asr” yang oleh para mufassir umumnya ditafsirkan sebagai “demi masa”, kemungkinan maknanya mesti ditafsirkan secara eksplisit menjadi: “Demi waktu ashar (sore) di mana kalian (manusia) jalani (atau berada) saat ini…”

Demikianlah, kesimpulan sementara yang bisa kita ambil sejauh ini adalah bahwa, saat ini (di akhirat) adalah hari Jum’at dan sedang berada pada waktu Ashar.

Pertanyaan selanjutnya; di waktu Ashar pada jam ke berapakah itu?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya ingin mengajak pembaca terlebih dahulu mencermati surat Al-A’raf (surat ke 7 dalam Al Quran), pada ayat 24 dan ayat 168.

Dalam surat Al-A’raf ayat ke 24, Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan”.

Pemahaman yang tersirat ketika saya merenungkan bunyi ayat ini adalah bahwa bisa jadi melalui ayat inilah Allah mengabarkan “awal waktu Adam dan Hawa memulai hidup di dunia.”

Lebih jauh, saya melihat ada kemungkinan, surat Al-A’raf sebagai surat ke 7 dalam Al Quran mengisyaratkan “jumlah hari dalam seminggu”, sementara itu, ayat ke 24 yang mengisahkan awal Adam di bumi, mengisyaratkan jumlah 24 jam dalam sehari semalam.

Jadi, dalam pandangan saya, ayat 24 dari surat Al-A’raf (ada kemungkinan) secara khusus menyiratkan “hitungan waktu”.

Hasil perkalian dari kedua angka ini (7 dan 24) adalah 168, yang kita ketahui merupakan jumlah jam dalam seminggu.

Dan rupa-rupanya, makna tersembunyi di balik surat Al-A’raf, berlanjut ke ayat 168, yang berbunyi: Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (Qs 7:168)

Bunyi ayat ini dapat kita maknai sebagai bagian di mana Allah mengabarkan bagaimana Ia mengatur kehidupan anak cucu Adam di bumi.

Demikianlah, bunyi ayat ke 24 surat Al-A’raf kemungkinan mengisaratkan saat Adam diturunkan ke bumi, sementara bunyi ayat ke 168 kemungkinan mengisaratkan durasi waktu anak cucu Adam di dunia

Karena 168 mengisyaratkan durasi kehidupan anak cucu Adam di dunia, maka, kita harus melihat kemungkinan lainnya. Dalam artian angka tersebut tidak saja merupakan hasil perkalian angka 7 dan 24, tetapi juga memiliki makna lain.

Secara intuitif saya melihat jika angka 168 merupakan jumlah menit di akhirat, sebagai durasi waktu kehidupan manusia di dunia.

Ini merujuk pada riwayat yang mengatakan bahwa Adam diturunkan ke dunia pada kisaran jam 3 atau 4 sore (setelah memasuki waktu Asar), dan bahwa durasi kehidupan anak cucu Adam yang hanya berlangsung sepanjang waktu Asar hingga memasuki waktu maghrib, yang berarti di jam 6 petang.

Jadi, jika mengasumsikan angka 168 merujuk pada jumlah menit (yang berarti bernilai sama dengan 2 jam 48 menit), dapat diperkirakan bahwa bisa jadi, jam 15:12 (waktu Asar di akhirat) adalah saat di mana Adam diperintahkan Allah keluar dari Surga untuk memulai hidup di dunia.

Nampaknya inilah yang diisyaratkan dalam riwayat bahwa Adam dikeluarkan dari Surga sesaat setelah memasuki waktu Asar. Ini menjawab pertanyaan di atas, “di waktu Ashar pada jam ke berapakah itu?” yang jawabnya adalah pada jam 15:12.

168 menit waktu akhirat sebagai durasi waktu anak cucu Adam di dunia, jika dikonversi ke dalam waktu dunia adalah sama dengan sekitar 11.598 tahun.

Jumlah tahun ini diperoleh dengan cara mengalikan angka 168 (sebagai jumlah menit di akhirat) dengan angka 420 (jumlah hari di bumi yang sebanding dengan 1 detik di akhirat).

Berikut rincian hitungannya… 168 menit x 60 (jumlah detik dalam 1 menit) = 10.080 detik x 420 hari = 4.233.600 hari

4.233.600 : 365 (jumlah hari dalam setahun)= 11.598 tahun.

Angka 11.598 ini, kuat dugaan saya merupakan total durasi waktu kehidupan anak cucu Adam di bumi.

Yang menarik, angka ini hampir mendekati tahun, dimulainya masa holosen dalam istilah geologi, yang diperkirakan sekitar 11.430 (plus minus 130), atau perkiraan paling jauhnya 11.700 tahun yang lalu. Masa ini oleh para ahli dianggap sebagai periode dimulainya suatu perubahan yang sangat drastis di muka bumi.

Perhitungan ini dengan sendirinya menunjukkan bahwa, nampaknya, kita benar-benar telah berada di detik-detik terakhir wahai saudara-saudaraku sekalian… 🙂

Angka 168 sebagai sebuah “pesan alam,” dan kaitannya dengan kondisi terkini tanah air kita

Di bulan Juni kemarin, saya cukup kaget membaca sebuah judul berita di kompas.com “Lomba Video New Normal Pemerintah Berhadiah Rp 168 Miliar Dinilai Tak Tepat, Ini Alasannya.” Saat itu, sesuatu dalam diri saya (baca:intuitif) mengatakan ini adalah “sebuah tanda tentang durasi waktu”. 

Sayangnya, spektrum denyaran intuisi itu hanya sampai di situ. Selebihnya saya terpaksa mereka-reka. Bahwa mungkin ini tentang durasi waktu pemerintahan ini, atau juga mungkin negara ini. Yang tentu saja kedua alternatif itu membuat saya cemas.

Jika berandai-andai bahwa 168 Miliar itu adalah “pesan alam” tentang durasi waktu, maka, dalam hemat saya, titik awal perhitungannya adalah pada saat ketika pertama kali angka itu dicetuskan.

Namun, sejauh yang dapat saya gali, berita tentang hadiah 168 Miliar itu dirilis tanggal 22 Juni 2020 kemarin, dalam rangka pengumuman pemenang lomba tersebut, karena itu, bisa jadi pencetusan angka ini terjadi lebih awal dari tanggal 22 juni tersebut. 

Jika merujuk pada tanggal 22 juni, maka akhir dari periode 168-nya (dalam hal ini 168 diasumsikan sebagai jumlah hari) adalah pada tanggal 7 Desember 2020.

Tentu saja dalam hal ini saya berharap dugaan saya keliru, karena jelas hal tersebut merujuk pada situasi yang tidak stabil. Namun, jika hal tersebut harus terjadi, saya berharap penyampaian ini dapat membuat kita lebih waspada.

Ada beberapa hal yang memang ditakdirkan harus terjadi, dan kita tidak memiliki kuasa untuk menghindarinya.

Tapi, “peringatan dini” yang dihadirkan Sang Penguasa Alam Semesta sebelum peristiwa itu terjadi, dapat dimaknai sebagai kesempatan yang Ia berikan kepada kita untuk memilih apakah mau “soft landing” ataukah “hard landing” dalam memasuki situasi tersebut.

Baca lanjutannya di sini:

Deretan Angka yang Menyiratkan “Pesan Kosmis” Garis Takdir Negara Indonesia

LihatTutupKomentar