The Four Horsemen (empat penunggang kuda) adalah sebuah metafora tentang nubuat masa depan, yang terdapat dalam Kitab terakhir dari Perjanjian Baru. Biasa juga disebut kitab wahyu.
Kitab ini ditulis oleh Yohanes (dalam Islam dikenal sebagai nabi Yahya), karena itu kitab ini biasa juga disebut Kitab Wahyu kepada Yohanes.
Nubuat Empat Penunggang Kuda (The Four Horsemen) adalah nubuat yang mengurai tahapan-tahapan waktu menuju hari Kiamat.
Nubuat Empat Penunggang Kuda adalah bagian 1 sampai 4 dari total 7 bagian pembukaan segel yang disebut dalam nubuat atau wahyu Yohanes.
Dalam Nubuatnya, Yohanes mengatakan, satu-satunya yang layak untuk “membuka” rahasia yang disegel dalam nubuat Yohanes, disebut sebagai “Anak Domba”. Kata “membuka” dalam hal ini maksudnya: menjelaskan makna kalimat metafora yang disandang nubuat tersebut, yang sebelumnya dirahasiakan (disegel) dari pengetahuan umat manusia.
Adapun mengenai pembahasan tentang “Anak Domba”, setidaknya, telah saya ulas dalam tiga seri artikel ini:
- Misteri Angka 144 dalam Kepercayaan Kuno
- Lamed Vav Tzadikim: 36 Orang Saleh yang Mengembara di Bumi
- Kaitan Angka 144 yang Sakral Dalam Tradisi Ibrani dan Angka 8291 yang Disebut Dalam Wangsit Jayabaya (Tradisi Jawa)
Pembahasan The Four Horsemen berada pada Wahyu 6:1-8. Pada bagian ini tergambar jika periode kemunculan masing-masing penunggang kuda adalah seiring dengan dibukanya satu demi satu segel. Dengan kata lain, “The Four Horsemen” mengiringi pembukaan 4 segel dari ketujuh segel yang ada.
Penunggang kuda pertama berada di atas kuda putih, membawa busur, dan diberi mahkota.
Penunggang kuda kedua berada di atas kuda merah, membawa pedang.
Penunggang kuda ketiga berada di atas kuda hitam, membawa timbangan.
Penunggang kuda keempat berada di atas kuda berwarna pucat (kuning kehijauan), diberi wewenang atas seperempat bumi, untuk membunuh dengan pedang, kelaparan, wabah, dan melalui binatang buas di bumi.
Kuda Putih
Wahyu 6:1-2
Maka aku melihat Anak Domba itu membuka yang pertama dari ketujuh meterai itu, dan aku mendengar yang pertama dari keempat makhluk itu berkata dengan suara bagaikan bunyi guruh: “Mari!” Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda putih dan orang yang menungganginya memegang sebuah panah dan kepadanya dikaruniakan sebuah mahkota. Lalu ia maju sebagai pemenang untuk merebut kemenangan.
Irenaeus, seorang teolog Kristen berpengaruh dari abad ke-2, adalah orang pertama yang menafsirkan Penunggang Kuda ini sebagai Yesus Kristus sendiri. Kuda putihnya dimaknai keberhasilan penyebaran Injil. Dari waktu ke waktu ada banyak sarjana yang mendukung pendapat ini. Umumnya merujuk pada kemunculan penunggang kuda putih di wahyu 19:11-14 yang dianggap sebagai kristus.
Berikut ini bunyi ayat tersebut:
- 19:11 – Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama: “Yang Setia dan Yang Benar”, Ia menghakimi dan berperang dengan adil.
- 19:12 – Dan mata-Nya bagaikan nyala api dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota dan pada-Nya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Ia sendiri.
- 19:13 – Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: “Firman Allah.”
- 19:14 – Dan semua pasukan yang di sorga mengikuti Dia; mereka menunggang kuda putih dan memakai lenan halus yang putih bersih.
Penafsiran lain yang bersandar pada penelitian religius komparatif menganggap Penunggang Kuda pertama sebagai penuntun bagi “jalan yang benar”. Di Mahabharata, Krishna adalah pengendali kereta kuda yang ditarik oleh beberap kuda putih, ia bersama Arjuna di sisinya yang membawa busur panah.
Kuda Merah
Wahyu 6:3-4
Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kedua, aku mendengar makhluk yang kedua berkata: “Mari!” Dan majulah seekor kuda lain, seekor kuda merah, dan orang yang menungganginya dikaruniakan kuasa untuk mengambil damai sejahtera dari atas bumi, sehingga mereka saling membunuh, dan kepadanya dikaruniakan sebilah pedang yang besar.
Penunggang kuda kedua sering dianggap mewakili Perang, dengan penggambaran pola memegang pedang yang diangkat ke atas, seolah siap untuk berperang, atau siap melakukan pembantaian massal. Terlebih dengan merujuk pada pertimbangan warna kuda yakni “merah” yang dianggap merepresentasikan sikap “berapi-api”.
Menurut interpretasi Edward Bishop Elliott, seorang pendeta Inggris dan penulis premillennarian, yang menganggap “The Four Horsemen” adalah merupakan ramalan simbolis dari sejarah Kekaisaran Romawi, pembukaan segel kedua dan hadirnya penunggang kuda merah menggambarkan “Kedamaian meninggalkan Bumi Romawi” akibat perang. Bahwa pemberontakan merayap merasuki Kekaisaran yang dimulai segera setelah masa pemerintahan Kaisar Commodus (161 – 192 M) .
Kuda Hitam
Wahyu 6:5-6
Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketiga, aku mendengar makhluk yang ketiga berkata: “Mari!” Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hitam dan orang yang menungganginya memegang sebuah timbangan di tangannya. Dan aku mendengar seperti ada suara di tengah-tengah keempat makhluk itu berkata: “Satu liter gandum untuk satu dinar, dan tiga liter jelai untuk satu dinar; tetapi jangan merusak minyak dan anggur.”
Penunggang kuda ketiga yang mengendarai kuda hitam secara populer dipahami sebagai simbolisasi Kelaparan, terutama karena Penunggang Kuda hitam ini membawa timbangan. Dianggap menunjukkan cara roti ditimbang selama masa paceklik.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa harga gandum yang ditunjukkan dalam ayat ini dianggap nilainya sekitar sepuluh kali lipat dari harga normal, sehingga hal ini dianggap sebagai masa-masa sulit, dengan kelaparan terjadi di mana-mana.
Dari The Four Horsemen, kuda hitam dan penunggangnya adalah satu-satunya yang penampilannya disertai dengan informasi adanya ucapan, yakni bahwa John mendengar suara yang berbicara tentang harga gandum dan harga barang lainnya.
Menurut interpretasi Edward Bishop Elliott, pembukaan segel ketiga yang ditandai kehadiran kuda hitam menggambarkan masa kesusahan dan duka yang parah dalam sejarah kekaisaran Romawi yang diakibatkan oleh pemajakan yang berlebihan terhadap warganya.
Kuda Pucat
Wahyu 6:5-6
Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang keempat, aku mendengar suara makhluk yang keempat berkata: “Mari!” Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hijau kuning dan orang yang menungganginya bernama Maut dan kerajaan maut mengikutinya. Dan kepada mereka diberikan kuasa atas seperempat dari bumi untuk membunuh dengan pedang, dan dengan kelaparan dan sampar, dan dengan binatang-binatang buas yang di bumi.
Penunggang kuda keempat ini bernama Kematian . Dikenal dalam bahasa Yunani sebagai “Thanatos” (yang berarti “wabah”). Hanya penunggang kuda keempat ini yang satu-satunya diberi nama secara eksplisit oleh teks itu sendiri.
Namun di sisi lain, penunggang kuda keempat ini digambarkan tidak membawa senjata. Berbeda dengan tiga lainnya yang digambarkan membawa “senjata”. Meskipun demikian, ia disebut diikuti oleh malaikat maut.
Para sarjana umumnya menganggap warna pucat pada kuda merujuk pada warna; kuning kehijauan, hijau pucat, dan hijau kekuningan. Berdasarkan hal ini, beberapa sarjana berpendapat bahwa warnanya mencerminkan pucat mayat yang sakit-sakitan. Penunggangnya yang disebut “Thanatos” yang berarti “wabah” dalam bahasa Yunani, menguatkan pendapat ini.
Interpretasi saya pada metafora “The Four Horsemen”
Sebelumnya, saya ingin katakan bahwa pada dasarnya saya setuju jika dikatakan bahwa “The Four Horsemen” adalah visi apokaliptik yang menggambarkan beberapa kejadian yang berlangsung di masa depan.
Tapi, jika merujuk pengamatan saya pribadi, kesemua tanda-tanda yang disebut dalam kemunculan The Four Horsemen nampaknya telah terjadi beberapa ratus tahun yang lalu.
Dalam pandangan saya, untuk menunjukkan suatu interpretasi yang kuat terhadap nubuat “The Four Horsemen“, waktu kemunculan masing-masing penunggang kuda haruslah dapat dibuktikan berada dalam suatu pola pembagian periodesasi waktu yang simetris.
Dalam banyak kasus pengamatan sejarah kuno, saya menemukan jika angka 360 umumnya digunakan untuk membagi periodesasi waktu. Perhitungan semacam ini misalnya dapat kita temukan dalam tradisi Hindu.
Selain itu, sebelum kita mengenal angka 365 sebagai jumlah hari dalam setahun, orang-orang di masa kuno pada dasarnya memang menggunakan angka 360 sebagai jumlah hari dalam setahun.
Jadi, dalam upaya menginterpretasi nubuat “The Four Horsemen”, saya mengasumsikan jika kemunculan masing-masing penunggang kuda haruslah berjarak 360 tahun. Dan perhitungan itu mesti dimulai pada tahun yang diperkirakan sebagai tahun kemunculan kuda pertama, yaitu kuda putih.
Nabi Muhammad sebagai penunggang kuda putih
Salah satu tokoh besar dalam sejarah umat manusia yang terkenal menggunakan kuda putih sebagai kuda tunggangannya adalah nabi Muhammad. Dengan merujuk pada asumsi ini, saya menggunakan tahun pertama kenabiaannya (ketika beliau memasuki usia empat puluh) sebagai dasar perhitungan, yaitu pada sekitar tahun 610 M.
Dengan asumsi bahwa kemunculan “penunggang kuda putih” terjadi pada tahun 610, maka kemunculan kuda kedua, ketiga, dan keempat, secara berturut-turut terjadi pada 970 M (610+360), 1330 M (970+360, dan 1690 M (1330+360). Dengan demikian kemunculan kuda kedua, ketiga, dan keempat, masing-masing berjarak 360 tahun.
John I Tzimiskes (kaisar Bizantium) sebagai penunggang kuda merah
Yang menarik, karena tahun 970 M, adalah masa pemerintahan John I Tzimiskes (hidup antara 925 – 976) yaitu antara tahun 969 – 976. Ia adalah seorang kaisar Bizantium yang terkenal memiliki kemampuan intuitif yang baik.
Para ahli berspekulasi bahwa nama panggilannya “Tzimiskes” berasal dari kata “Chmushkik” yang dalam bahasa Armenia berarti “sepatu boot merah” dan dikatakan juga dapat berarti “perawakan pendek”. (sumber di sini)
Sebutan “Sepatu Boot Merah” inilah yang menguatkan dugaan saya bahwa John I sebagai penunggang kuda kedua; kuda berwarna merah.
Di sisi lain, sebutan “perawakan pendek” pada dasarnya memiliki keterkaitan pula dengan kalimat “…dan kepadanya dikaruniakan sebilah pedang yang besar” dalam wahyu 6:4. Hal ini didukung dengan fakta dari sumber-sumber kontemporer yang menggambarkan bahwa John I Tzimisk adalah seorang pria yang agak pendek namun bertubuh tegap, dengan rambut pirang kemerahan.
Edward the Black Prince sebagai penunggang kuda hitam
Asumsi di atas yang menyebutkan kemunculan penunggang kuda hitam terjadi di tahun 1330 M, terkonfirmasi dengan adanya peristiwa sejarah di tahun 1330 M, sebagai tahun kelahiran Edward of Woodstock (15 Juni 1330 – 8 Juni 1376), yang merupakan putra tertua Raja Edward III dari Inggris, yang dengan demikian berarti pewaris takhta Inggris. (sumber di sini)
Sayangnya ia meninggal di usia 46, sebelum ia naik takhta. Meski demikian, Edward tetap dianggap spesial sebagai salah satu komandan Inggris paling sukses selama Perang Seratus Tahun. Dianggap oleh orang Inggris sezamannya sebagai model kesatria dan salah satu ksatria terhebat di zamannya.
Dia di sisi lain dikenang di Perancis karena kebrutalannya dalam “Perang Seratus Tahun” (perang antara Inggris dan Perancis), terkait pembantaian tanpa pandang bulu yang ia perintahkan.
Asal usul julukan “pangeran hitam” untuk Pangerang Edward dianggap tidak tidak pasti. Namun beberapa teori menyebut bahwa julukan itu berasal dari perisai dan baju besi berwarna hitam yang ia gunakan, selain itu, ada yang menganggap julukan itu berasal dari reputasinya brutalnya dalam peperangan, khususnya terhadap Prancis.
Julukan “Pangeran Hitam” ini yang saya duga Pangeran Edward sebagai penunggang kuda hitam yang dimaksud dalam nubuat “The Four Horsemen”.
Mengenai atribut timbangan yang dalam nubuat disebutkan dibawa oleh penunggang kuda hitam, ini pun dapat dilihat sebagai simbolisasi sistem pajak yang diberlakukan Pangeran Edward semasa hidup.
Para ahli sejarah menilai bahwa biaya yang sangat besar dari kampanye perangnya, membuat sang pangeran kesulitan keuangan, hingga pada tanggal 25 Januari 1368 ia memberlakukan penarikan pajak perapian (fouage, or hearth tax).
Berjangkitnya Demam kuning sebagai simbolisasi Kuda pucat
Kata “kepada mereka” dalam ayat Wahyu 6:5-6, dalam pandangan saya mengindikasikan jika penungguang kuda keempat bukanlah merujuk pada satu sosok tertentu, tapi nampaknya lebih merujuk pada sebuah institusi, bisa sebuah institusi negara, kerajaan, atau pun institusi agama.
Saya menduga warna pucat pada kuda keempat, yang disebut kuning kehijauan atau hijau kekuningan, bisa jadi merujuk pada wabah demam kuning yang pada tahun 1690 menyebar di Tiga belas koloni Inggris di benua Amerika. Salah satu yang terparah, yaitu wabah yang menyebar di Philadelphia pada kisaran 1690-1807.
Gambaran yang dilukiskan dalam ayat wahyu 6:6 “…mereka diberikan kuasa atas seperempat dari bumi untuk membunuh dengan pedang, dan dengan kelaparan dan sampar, dan dengan binatang-binatang buas yang di bumi,” saya pikir cukup sejalan dengan kebengisan yang diperlihatkan Inggris di setiap daerah jajahannya – yang selain membunuh rakyat dengan senjata, membuatnya mati kelaparan, penyakit, hingga penyiksaan menggunakan binatang buas seperti singa atau pun harimau.
Demikianlah interpretasi saya pada nubuat “The Four Horsemen” dalam kitab wahyu.
Saya pikir pola kemunculan masing-masing “penunggang kuda” yang diasumsikan konsisten berjarak 360 tahun, dan bahwa di setiap periode_, asumsi tersebut dikuatkan oleh adanya bukti yang sejalan dengan ciri-ciri yang disebutkan, menjadikan interpretasi ini bisa dikatakan cukup kuat dan kiranya dapat dipertimbangkan.
Di sisi lain, nubuat “The Four Horsemen” yang mengiringi pembukaan 4 segel pertama (dari tujuh segel dalam visi apokaliptik Yohanes) pada dasarnya bukan lagi kejadian di masa depan, tapi kejadian di masa lalu. Tersisa segel ke 5, 6 dan 7 yang mungkin masih dapat dikatakan sebagai nubuat tentang masa depan.
Sayangnya, The Four Horsemen dalam Islam tampaknya tidak mendapat perhatian dan dikaji secara semestinya. Padahal, jika mengingat bahwa ini adalah wahyu terhadap Yohanes atau Nabi Yahya, salah satu dari 25 Nabi yang ada disebutkan dalam Al Quran dan karenanya wajib diimani oleh setiap umat muslim, maka, semestinya wahyu “The Four Horsemen” juga mendapat tempat dalam khasanah kajian umat Islam. Ini cuma saran saja…. 🙂
Sekian. Semoga bermanfaat. Salam.
Baca lanjutannya di Siklus Angka Kosmis dalam Nubuat Akhir Zaman. Dalam bagian ini saya lanjut menjelaskan segel ke 5, 6 dan 7. Dalam tulisan ini saya juga lebih spesifik menunjukkan angka-angka yang menjadi siklus pembukaan segel pertama hingga segel ketujuh yang diwahyukan Allah sebagai visi apokaliptik Yohanes.