-->

Pesan Prabu Siliwangi Tentang Budak Angon (Al Mahdi)


Prabu Siliwangi berpesan: Suatu saat nanti akan datang “Budak Angon” (budak= anak; angon= gembala). Yang ia gembalakan ranting dan daun kering (analogi pena dan kertas). Ia terus lakukan kegemarannya menjelajah dan mengumpul apa yang ia temui, yakni sejarah umat manusia dari zaman ke zaman.

Wangsit Prabu Siliwangi ini tampaknya sejalan dengan skenario Allah di akhir zaman, yaitu membuka secara terang benderang perjalanan sejarah umat manusia dari awal hingga paling akhir, layaknya sebuah film menjelang akhir yang membuka plot cerita sejelas-jelasnya. (Hal ini telah saya bahas khusus dalam tulisan ini: Apokalips, Penyingkapan Hal-hal yang Selama Ini Tersembunyi dari Umat Manusia)

Dan Budak Angon yang disebut Prabu Siliwangi adalah “hamba Allah” yang berperan sebagai pengungkap secara terang benderang riwayat sejarah umat manusia.

Yang menarik, Ratu Adil yang ada disebutkan dalam wangsit Prabu Jayabaya, ternyata disebutkan pula oleh prabu Siliwangi, bahkan, tampaknya banyak kalangan menganggap bahwa sosok Budak Angon adalah sama dengan Ratu Adil. Saya pribadi cenderung sepakat dengan pendapat tersebut. Terutama karena sebutan “Budak Angon” ataupun “Ratu Adil” lebih merupakan sebutan peran.

Jadi, ada saat di mana sosok misterius itu menjalani perannya sebagai “anak gembala” yang bekerja mengungkap sejarah umat manusia. Di saat lain, ia menjalani peran berikutnya yakni sebagai “Ratu Adil” yang memimpin dan menerapkan hukum yang adil. Bukan saja bagi umat manusia, tapi bagi kesejahteraan seluruh makhluk di muka bumi.

Ada pun sebutan Satria Piningit dapat dimaknai: “satria yang ditahan kemunculannya hingga tiba pada waktu yang ditentukan.” Pemahaman nama satria piningit ini kelihatan berkorelasi pula dengan sosok maitreya dalam tradisi Buddhist.

Seperti halnya satria piningit, sosok maitreya dalam tradisi Buddhist juga biasanya digambarkan dalam visual bentuk patung dengan pose duduk mengongkang kaki, menyiratkan tengah menunggu waktu untuk kemunculannya.

Patung Maitreya

Jika kita bergeser ke sosok eskatologi dalam tradisi Islam, di sana ada nama al Mahdi, nama ini pun pada dasarnya sebutan gelar. Mahdi artinya “orang yang mendapat petunjuk”.

Satria Piningit, Budak Angon, Ratu Adil, Maitreya, hingga Al Mahdi, pada umumnya dipercaya dalam masing-masing tradisi sebagai seorang sosok anak muda. Ini bisa menguatkan asumsi jika kesemua nama itu merujuk pada satu orang yang sama.

Mengenai siapa sesungguhnya sosok anak muda misterius ini, adalah hal yang tidak akan diungkap, sebelum tiba pada waktu yang ditentukan. Orang yang tahu esensi, seperti Prabu Siliwangi ataupun Prabu Jayabaya, tidak akan mengungkap walaupun sangat mungkin bahwa mereka tahu.

Mendapati ciri-ciri dirinya dalam banyak nubuat

Prabu Jayabaya mengatakan bahwa hanya “yang bersangkutanlah” (Satria Piningit) yang dapat mengerti ciri-ciri yang ia sebutkan dalam wangsitnya.

Dengan demikian, tampaknya, Prabu Jayabaya tahu siapa sosok ini, dan ia tahu bahwa suatu saat “sosok yang bersangkutan” akan mengenal diri sejatinya setelah menyadari bahwa semua ciri-ciri yang disebutkan dalam wangsit Prabu Jayabaya ada pada dirinya.

Begitu pula ciri-ciri yang disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad terkait Mahdi, ciri-ciri Maitreya yang disebut dalam tradisi Buddha, ciri-ciri Kalki Avatara yang disebut dalam tradisi Hindu, dan ciri-ciri Budak Angon yang disebut dalam wangsit Prabu Siliwangi.

Intinya, si pemuda misterius ini akan mendapatkan penggambaran dirinya ada dalam semua wangsit yang disampaikan para pendahulunya. Sehingga tidak mungkin ia tidak tahu siapa dirinya yang sesungguhnya.

Dalam banyak literatur tema eskatologi, baik itu dari tradisi agama samawi, hindu – buddha, dan kepercayaan tradisional nusantara, Sosok Penyelamat dunia memiliki banyak sebutan, dan yang menarik karena, masing-masing sumber itu memberikan ciri-ciri sosok penyelamat yang beragam.

Dan yang mengagumkan adalah karena ciri-ciri itu sangat spesifik. Misalnya, tradisi Islam menyebutkan Al Mahdi memiliki ciri-ciri tahi lalat di pipi, tradisi Buddha menyebutkan Maitreya gemar menyanggul rambut seperti mahkota di atas kepala, dan senantiasa menggunakan semacam ikatan syal di pinggang.

Selain ciri-ciri fisik dan penampilan, juga ada ciri-ciri kebiasaan. Dalam tradisi Buddha, Maitreya digambarkan menjadi tempat pengakuan dosa, konseling (memberikan bimbingan atau nasehat), dan di lain waktu menginspirasi para scholar/ saintist dengan kecerdasannya.

Kecerdasan yang dimiliki Maitreya dapat kita lihat berkorelasi dengan Budak Angon yang disebut dalam wangsit Prabu Siliwangi sebagai seorang penulis dan peneliti sejarah, yang disimbolkan dengan ungkapan “penggembala ranting dan daun kering – mengumpulkan sejarah dari zaman ke zaman.

Ia adalah manusia biasa yang berproses seperti manusia lainnya

Yang terpenting, ia adalah manusia biasa. Tradisi Islam menyebut: “ia yang tercerahkan dalam semalam“.

Dalam Theravada dikatakan, Maitreya terlahir dan berproses di awal hidupnya seperti manusia kebanyakan, lalu mendapat pencerahan. Pembahasan lengkapnya di sini: Sisi Lain Sosok Imam Mahdi yang Tidak Terungkap Selama ini.

Dalam kurun waktu ribuan tahun, katakanlah sejak sosok ini dinubuatkan Buddha Gautama setidaknya, pemahaman tentang sosok misterius ini memang melahirkan banyak versi narasi. Situasi seperti ini tentunya umum terjadi. ada pendapat mainstream dan ada pula hadir pendapat “tidak biasa”.

Bentuk pendapat “tidak biasa” yang umum hadir menyatakan bahwa sosok penyelamat akhir zaman itu adalah sebuah konsep abstrak. “Setiap orang adalah penyelamat untuk dirinya sendiri,” kurang lebih seperti itu maksudnya.

Pertanyaannya, mau dikemanakan semua pesan nubuat orang-orang suci terdahulu (Buddha, Muhammad, dll) yang secara sangat jelas mengutarakan ciri fisik. Tidakkah maksud pendapat alternatif ini dengan sendirinya menganggap salah pesan-pesan Nabi tersebut?

Sementara, bukankah salah satu syarat utama dalam beragama (khususnya dalam Islam) adalah mengimani (percaya apa yang disampaikan) Nabi Allah?

Tentu saja, adalah hak semua orang untuk berpikir beda. Memilih untuk tidak mengikuti petunjuk nabi-nabi terdahulu juga hak setiap orang, dan para nabi itu pun telah diingatkan, bahwa mereka hanyalah “penyampai pesan” dan “bukan penanggung jawab”.

untuk situasi ini, Allah berfirman: Dan kaummu mendustakannya padahal itu benar adanya. Katakanlah, “Aku ini bukanlah penanggung jawab kamu.” (QS. Al Anam ayat 66)

Sekian. Semoga Bermanfaat. Salam.

Baca artikel terkait: Nubuat Tentang Ciri-ciri Sang Penyelamat Akhir Zaman

LihatTutupKomentar