-->

Fakta yang Menguatkan Dugaan Dewa Brahma Sebagai Personifikasi Nabi Ibrahim


Telah banyak kalangan berpendapat sama bahwa sebutan ‘brahma’ berasal dari nama ‘Abraham’ (Nabi Ibrahim). Misalnya yang disampaikan Anna Bonus Kingsford, seorang Theosophist Inggris pada tahun 1880-an: “Abraham , atau Brahma , – …mereka adalah satu, dan kata yang sama, dan menunjukkan satu doktrin yang sama” [Anna Bonus Kingsford: The Perfect Way: Or, The Finding of Christ, 1890]

Maulana Abdul HAQ Vidyarthi (1888 – 1977), seorang sarjana agama-agama besar dunia yang menyandang titel “The Vidyarthi” karena pengetahuannya yang luas tentang Veda Hindu, berpendapat bahwa Brahma dan Abraham adalah dua nama dari satu orang yang sama.

Dan masih sangat banyak lagi para Ilmuwan yang berpendapat sama, bahwa Brahma adalah Abraham atau Ibrahim.

Fakta yang kita alami hari ini adalah bahwa, kita banyak bertengkar tentang agama oleh karena sejarah yang tidak tuntas digali para pendahulu. Entah itu karena disengaja atau tidak.

Sejarah mencatat, kitab weda paling kuno muncul di India utara, yang merupakan wilayah perlintasan Ibrahim dan keturunan-keturunannya dari teluk benggala (tempat hijrah mereka ketika bencana kekeringan yg parah melanda) menuju wilayah timur tengah.

Baca pembahasan saya dalam beberapa artikel di bawah ini yang merupakan seri pembahasan saya tentang jejak Nabi Ibrahim di kawasan Benggala sebagai wilayah tempat hijrahnya ketika bencana kekeringan yang sangat parah melanda sebagian besar wilayah di bumi:

Hal yang sama dinyatakan pula oleh sebagian besar sarjana yang percaya bahwa Hinduisme dimulai antara 2300 SM dan 1500 SM di Lembah Indus, dekat Pakistan modern.

Lembah Indus (sumber: wikipedia.org)

Kesamaan bunyi beberapa ayat suci agama Samawi dengan ayat suci dalam Hindu

Jika kita mencermati apa yang disampaikan dlm kitab veda, kita tidak bisa menyangkal bahwa pesan itu senada dengan pesan ketauhidan dalam agama samawi. Misalnya…

  • Yajurveda Ch. 32 V. 3 menyatakan: tidak ada rupa bagi Tuhan, Dia tidak pernah dilahirkan, Dia yang berhak disembah.
  • Yajurveda Ch. 40 V. 8 menyatakan: Tuhan tidak berbentuk dan dia suci.
  • Atharvaveda Bk. 20 Hymn 58 V. 3 menyatakan: sesungguhnya Tuhan itu Maha Besa
  • Rigveda Bk. 1 Hymn 64. V. 46 menyatakan: Tuhan itu Maha Esa, panggillah Dia dengan berbagai nama.
  • Yajurveda 40.1 menyatakan: Segala sesuatu di alam semesta yang selalu berubah ini diliputi (berada di dalam) Hyang Mahakuasa.

Dan masih banyak lagi.

Pada hari ini, merujuk etimologi umum seperti yang disarankan Monier-Williams, veda berarti “pengetahuan” dari akar kata sanskrit ved= tahu. Tapi apakah bentuk etimologi itu sudah benar?

Tidak bisakah kita melihat bahwa, veda ada kemungkinan terkait dengan kata “beda” dalam bahasa Indonesia? Hal ini tentu saja dimungkinkan, seperti halnya banyak kata dalam bahasa Indonesia yang kita ketahui dapat kita temukan kesamaannya dalam bahasa sanskrit.

Jika kita bisa sepakat bahwa kata “veda” terkait dengan kata “beda” dalam bahasa indonesia maka, kita bisa melangkah lebih jauh dengan dugaan bahwa bisa jadi, “veda” ada keterkaitan dengan kata “furqan” yg berarti “pembeda”.

Saya tahu, memang, selama ini tradisi Islam umumnya memahami “Furqan” sebagai nama lain dari Al Quran. Dan karena itu, dapat saya pahami jika kalangan konservatif akan agak sesak nafasnya membaca ulasan saya ini. Tapi tunggu dulu.. Sabar…

Jika kita mencermati dgn seksama surat Ali Imran ayat 3-4, kita akan dapat melihat kemungkinan jika furqan diturunkan untuk orang terdahulu, sebelum kedatangan taurat dan injil.

Ali Imran ayat 3: Dia menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) yang mengandung kebenaran, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan Injil

Ali Imran ayat 4: …sebelumnya [red: sebelum taurat dan injil diturunkan], sebagai petunjuk bagi manusia, Dia menurunkan Al-Furqan. Sungguh, orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh azab yang berat. Allah Mahaperkasa lagi mempunyai hukuman.

Jika hari ini para ahli tafsir menyebut furqan sebagai salah satu nama Al Quran, itu pun tidak ada salahnya. Oleh karena Al Quran memang merangkum dan sebagai penyempurna kitab-kitab terdahulu. Dalam hal ini, ada kalimat dalam kitab-kitab terdahulu yang nampaknya kembali diturunkan Allah kepada Muhammad.

Hal ini yang nampaknya menjadi penyebab beberapa ahli perbandingan agama di barat ada yang beranggapan bahwa beberapa ayat dalam Al Quran sebagai salinan kitab-kitab yang diwahyukan Allah pada nabi-nabi sebelumnya. Padahal yg sesungguhnya adalah, Allah Sang Pemilik ayat-ayat sucilah yg kembali menurunkan kepada Muhammad.

Situasi ini yang nampaknya tergambar dalam surat Al Furqan ayat 5-6.

Al Furqan ayat 5: Dan mereka berkata, “(Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang.”

Al Furqan ayat 6: Katakanlah (Muhammad), “(Al-Qur’an) itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Dalam Al Furqan ayat 5 tergambar bgmn tanggapan kaum di masa Muhammad yang menganggap Al Quran berasal dari orang-orang terdahulu, yang dibacakan setiap pagi dan petang. Waktu pagi dan petang di sini, kemungkinan merujuk pada waktu ibadah orang-orang di masa kuno sebelum masa Muhammad.

Oleh karena itu, di ayat 6, Allah meminta Muhammad agar menjelaskan bahwa ia mendapatkannya dari Allah (Allah yg menurunkan kepadanya melalui perantara malaikat Jibril).

Analogi “Jejak” eksistensi Nabi Ibrahim di masa kuno yang diabadikan di Ka’bah

Di Makkah ada Maqam Ibrahim yang letaknya sekitar 10 meter dari dinding Ka’bah. Secara bahasa ‘Al Maqam’ berarti tempat kaki berpijak, jadi, Maqam Ibrahim dapat diartikan “tempat kaki Ibrahim berpijak”.

Selama ini narasi yang beredar tentang Maqam Ibrahim umumnya merujuk pada batu yang dianggap menjadi pijakan Ibrahim selama ia dan Ismail membangun Ka’bah.

Maqam Ibrahim di Makkah

Namun saya pribadi melihat Maqam Ibrahim tampaknya memiliki suatu makna filosofi, tidaklah sesederhana yang selama ini dinarasikan.

Dalam artikel Rahasia Kuno yang Terpendam di Gunung Latimojong, saya telah membahas sebuah pertanyaan penting, yang anehnya, selama ini nampaknya tidak pernah sekalipun dibahas/ digali oleh para ulama, yaitu pertanyaan: Mengapa letak hajar aswad dan awal memulai tawaf sama-sama posisinya berada di sisi timur laut ka’bah?

Dalam artikel itu telah saya jelaskan bahwa peletakan hajar aswad dan garis awal permulaan tawaf di sisi timur Ka’bah memiliki makna filosofis bahwa, di sisi “timur laut” inilah semua peradaban umat manusia bermula.

Ada pun untuk mengetahui arah “timur laut” simbolis yang dimaksudkan, kita mesti melihatnya dalam konsep “posisi jarum jam sebagai penentu arah mata angin” seperti pada gambar berikut ini….

posisi jarum jam sebagai penentu arah mata angin

Dalam gambar di atas terlihat bahwa jika kita menggunakan konsep interpretasi “posisi jarum jam sebagai penentu arah mata angin” maka posisi timur laut berada di wilayah Nusantara.

Dalam artikel berjudul “Isanapura (Negeri Timur Laut), Sebutan Nusantara di Masa Kuno” saya telah paparkan bahwa di masa kuno wilayah nusantara kadang dianalogikan sebagai “negeri timur laut”.

Jika arah “timur laut” secara simbolis merujuk pada wilayah Nusantara maka, arah utara merujuk pada wilayah benggala yang tepat berada di garis bujur 90 derajat.

Jika kemudian ‘maqam Ibrahim’ berada di sisi utara Ka’bah, ini dapat kita asumsikan sebagai bentuk simbolis tentang wilayah benggala sebagai wilayah di mana Nabi Ibrahim pernah berpijak. Inilah makna filosofis dari ‘Maqam Ibrahim’ yang berarti “tempat kaki Ibrahim berpijak”.

Tata Letak Ka’bah mengikuti poros bumi

Mungkin akan ada yang menganggap hipotesis yang saya ajukan ini keliru, dengan fakta bahwa tata letak Ka’bah di Makkah adalah seperti gambar di bawah ini…

Tapi tata letak Ka’bah yang demikian itu menunjukan fakta bahwa ia mengikuti poros bumi yang miring 23,4 – 23,5 derajat dari garis tegak lurus ekliptika.

kemiringan poros bumi sekitar 23,4 derajat dari garis tegak lurus ekliptika (sumber: wikipedia.org)

Sehingga dengan mengadopsi kemiringan poros bumi, tata letak Ka’bah menempatkan maqam Ibrahim di sekitar arah utara.

Baca pembahasan terkait di sini:

Misteri di balik “Hajar Aswad, Maqam Ibrahim, dan Hijr Ismail” di Ka’bah

LihatTutupKomentar