Jauh di ribuan tahun yang lalu, ketika doa dari bumi yang memanjat ke langit belum seramai hari ini, dari sebuah puncak gunung yang hening dan dingin, di suatu sisi bumi yang terpencil, sebuah doa membelah langit malam – meluncur deras ke langit tertinggi. Diiringi tangisan sedu sedan, untaian kalimat doa beserta ikrar itu tercetus ke angkasa. Makhluk-makhluk di alam yang mendengar… dibuatnya tertegun, tak terkecuali para malaikat penjaga langit. Malam itu, awal bencana terbesar dalam sejarah umat manusia dimulai. Itu adalah bencana terbesar kedua,setelah yang pertama yaitu saat diusirnya nenek moyang manusia keluar dari surga. Uniknya, penyebab terjadinya bencana masihlah orang yang sama: Hawa.
***
Ribuan tahun kemudian, di zaman ketika ilmu navigasi pelayaran merupakan teknologi mutakhir, dan keterampilan mengarungi samudera adalah suatu keahlian yang sangat dihargai, Hawa “sang pemohon umur panjang” yang telah memasuki usia ribuan tahunnya, mulai menikmati keagungan dirinya yang ditinggikan dalam peradaban manusia.
Hawa perkenankan dirinya dimitologisasi dalam berbagai bentuk metafora. Kadang disebut dewi kesuburan, dewi berburu, tapi yang paling populer adalah sebagai dewi fajar dan terutama ibu bumi.
Kuil-kuil pemujaan dirinya tersebar di berbagi kota-kota besar, dari wilayah ujung timur ke hingga ke wilayah ujung barat bumi. Dari wilayah yang beriklim panas hingga ke wilayah yang beriklim dingin dan bersalju.
Dari negara yang telah mengembangkan struktur Akropolis hingga ke komunitas suku yang bertradisi hidup nomaden, mengembara di alam bebas.
Kota-kota kerajaan yang telah maju, saling berlomba-lomba menggelar festival perayaan tahunan yang dibuat khusus untuk dirinya. Yang terutama bertujuan untuk menarik berkah dan dukungannya. Minimal, mereka dapat menyenangkan hatinya sehingga tidak dimusuhi.
Ikrar yang Hawa cetuskan saat memohon umur panjang yaitu senantiasa mengantarkan cahaya untuk menghilangkan kegelapan yang menindas umat manusia, mulai ia abaikan. Bahkan dalam banyak kasus ia malah menjadi pemicu terjadinya perselisihan dan peperangan antar negara.
Bertindak sebagai “invisible hand” yang mengontrol para raja adalah hal yang mudah ia lakukan. Bahkan, di setiap masa yang ia lalui, ia banyak menjadikan raja-raja besar sebagai suaminya. Yang menolak akan mendapat hukuman, dan biasanya terbunuh.
Hal ini misalnya diriwayatkan dalam komposisi sastra Sumeria, Enmerkar and the lord of Aratta, yang diperkirakan berasal dari sekitar tahun 2700 SM, menceritakan bagaimana Enmerkar (raja Uruk), yang ingin membangun sebuah kuil untuk Dewi Inanna (sebutan sang pemohon umur panjang dalam budaya bangsa itu), menggunakan berbagai strategi untuk mendapatkan lapis lazuli, perak, dan emas dari Negara Aratta, yang kebetulan juga memuja Dewi Inanna.
Untuk mencapai tujuannya enmerkar berusaha menggertak raja Aratta dengan mengklaim bahwa sang dewi lebih menyukai Uruk. (Jane McIntosh. Ancient Mesopotamia: New Perspectives. 2005 : hlm. 133)
Meskipun ia terkesan ‘super power’, tetap saja ada pihak-pihak yang ia tidak ingin terlibat masalah dengannya. Yaitu, kelompok orang suci, serta para nabi dan rasul. Yang menarik adalah karena kedua belah pihak ini memang sepertinya tidak ingin berkonfrontasi secara langsung.
Hal ini tersirat ketika riwayat sang pemohon umur panjang dituliskan dalam naskah suci, tetap saja profil dirinya dijelaskan secara metafora.
Dalam naskah Rig Veda misalnya, pada hymne 7.77 disebutkan: “dia juga mengajukan petisi untuk diberikan umur panjang, karena dia (ingin) konsisten mengingatkan orang-orang akan waktu (hidup) yang terbatas di bumi (dunia)”.
pada hymne 1.48, disebutkan: “Dia yang memelihara/ merawat/ menjaga semua hal, layaknya seorang janda yang baik”.
ia juga dikatakan “memancarkan cahaya yang diikuti oleh matahari (surya), yang mendesaknya untuk maju (3,61). Dia dipuji karena mengarahkan, atau diminta untuk mengusir kegelapan yang menindas (7.78; 6.64; 10.172).
Bahkan dalam nyanyian nyanyian seratus nama dari Mundamala-tantra, dia disebut “Dia yang Menyukai Darah”, “Dia yang Diolesi Darah” dan “Dia yang Menikmati Pengorbanan Darah”.
Hal yang mungkin kemudian telah mendasari cerita mitos di zaman-zaman selanjutnya bahwa kehidupan abadi erat kaitannya dengan ritual minum darah, mandi darah, dan lain sebagainya.
Nyanyian Sumeria, “Inanna dan Utu”, berisi mitos etiologis yang menggambarkan bagaimana Inanna menjadi dewi seks.
Di awal nyanyian itu, Inanna tidak tahu apa-apa tentang seks, jadi dia memohon saudara laki-lakinya Utu untuk membawanya ke Kur (Dunia Bawah Sumeria), agar dia dapat mencicipi buah dari pohon yang tumbuh di sana, yang akan mengungkapkan kepadanya semua rahasia seks.
Utu mematuhi dan, di Kur, Inanna mencicipi buah dan menjadi berpengetahuan. Nyanyian rohani ini oleh para ahli sejarah dianggap sangat jelas menggunakan motif yang sama dengan yang ditemukan dalam mitos Enki dan Ninhursag dan dalam kisah Alkitab tentang Adam dan Hawa.
Kepopuleran Hawa sebagai ibu bumi
Hampir semua sebutan tanah yang ada dalam bahasa-bahasa di dunia, bisa dikatakan adalah wujud morfologi dari nama-nama yang terkait dengan dirinya.
Dari nama Tara misalnya (ini adalah salah satu nama dewi parvati, istri dewa Siwa), dengan melalui tinjauan morfologi fonetis kelompok artikulatoris dental, yaitu: n, d, t, r, l, dapat diduga jika dari nama ini kemudian muncul kata ‘tana’ atau ‘tanah’ (dalam bahasa Indonesia), ‘land’, ‘landa’, dan ‘terra’ dalam bahasa Indo-Eropa.
Bahkan kata banua pun berasal dari nama ‘nuwa’ (namanya dalam mitologi Cina). Pembahasan mengenai hal ini bisa lebih lanjut dibaca di tulisan ini:Tahukah Kamu dari Mana Asal Kata “Tanah”?
Riwayat yang mengisyaratkan kemunculannya di zaman Nabi Isa dan Nabi Muhammad
Hellmutt Ritter, seorang orientalis Jerman terkemuka, Dalam bukunya “The Ocean of the Soul: Men, the World and God in the Stories of Farid Al-Din Attar“, halaman 48, mengisahkan pertemuan Nabi Isa dengan “dunia” sebagai berikut:
Nabi Isa, yang diriwayatkan dalam beberapa kesempatan ingin bertemu “dunia”, suatu hari bertemu dengan seorang wanita tua jelek yang ompong, memiliki punggung bengkok, rambut putih, mata birudan wajah hitam, dan mengeluarkan bau busuk , tetapi mengenakan jubah yang berkilauan dengan ratusan warna.
Wajahnya terselubung. ketika Nabi Isa bertanya siapa dia, dia menjawab bahwa dia adalah “dunia” yang dia inginkan untuk bertemu. Wanita tua itu menjelaskan bahwa ia menggunakan kerudung untuk menutupi wajahnya oleh karena tidak ada orang yang melihat wajahnya akan ingin mendekat padanya.
Pakaian warna-warni dan tangan yang dicat berfungsi sebagai cara merayu orang. Sisi lain berwarna merah dengan darah manusia yang ia bunuh. Nabi Isa lalu bertanya apakah dia tidak merasa kasihan pada korbannya. Dia bilang dia tidak tahu apa itu belas kasihan, dia hanya tahu tentang menumpahkan darah.
Dalam hadist yang meriwayatkan Nabi Isa, oleh Abu Bakr ‘Abdallah bin Muhammad, diungkap beberapa hal berikut ini:
Dikabarkan bahwa Nabi Isa melihat wujud dunia dan bahwa ia melihatnya dalam sosok seorang wanita tua ompong yang dipenuhi oleh segala jenis perhiasan.
Dalam kesempatan itu Nabi Isa bertanya: “Berapa banyak laki-laki yang telah menikahimu?”
“Aku tidak bisa menghitungnya,” jawab dunia.
“Apakah mereka telah mati mendahuluimu, atau apakah mereka menceraikanmu?” tanya Isa.
“Bukan ini dan bukan itu, melainkan aku telah membunuh mereka semuanya,” jawab dunia.
Isa berkata: “Alangkah menyedihkannya para suamimu yang masih hidup. Karena mereka tidak belajar dari para suamimu yang terdahulu, dan juga tidak berhati-hati padamu.”
Riwayat pertemuan Nabi Isa dan “Dunia” ini jelas menggunakan bentuk metafora. Sangat jelas bahwa “nenek tua” yang dimaksud dalam riwayat tersebut bukanlah dunia dalam makna abstrak.
Sementara itu dalam tradisi Islam terkait riwayat perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad, diceritakan bahwa di tengah perjalanan itu, nabi Muhammad berusaha dicegat oleh seorang nenek-nenek tua yang memanggilnya, tapi Jibril berseru agar ia terus berjalan saja.
Jibril kemudian menjelaskan bahwa nenek tua itu menunjukkan bahwa umur dunia hanyalah sependek seperti umur nenek tersebut.
Jadi apakah Hawa “sang pemohon umur panjang” masih hidup hingga hari ini? jawabannya masih rahasia Allah…
Namun jika merujuk pada beberapa pendapat ulama yang mengatakan bahwa Nabi Khidir, dengan berdasar pada beberapa dalil, seperti Al Quran surat Al-Anbiya ayat 34: “Kami tidak menjadikan kehidupan abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). Maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal”.
Maka bisa jadi sang pemohon umur panjang telah meninggal dunia. Tapi entahlah, ini sekali lagi saya katakan masih menjadi rahasia Allah.
Patung Kerudung Isis
Disebutkan oleh Plutarch (seorang penulis Yunani pada akhir abad pertama dan awal abad kedua Masehi), bahwa Di kota Sais Mesir, terdapat patung Isis yang memiliki prasasti bertuliskan kalimat “Aku adalah semua yang telah dan akan terjadi; dan belum ada makhluk fana yang pernah mengangkat kerudungku (membuka tabirku)”
Lebih dari 300 tahun setelah Plutarch, filsuf Neoplatonis Proclus menulis tentang patung yang sama dalam Buku yang membahas Komentarnya tentang “Timaeus” Plato.
Dalam versinya, terdapat penambahan di kalimat ketiga, menjadi: “Aku adalah semua yang telah dan akan terjadi; belum ada makhluk fana yang pernah mengangkat kerudungku (membuka tabirku); Buah rahimku adalah matahari”
Isis adalah seorang dewi utama dalam mitologi Mesir kuno. Ia pertama kali disebutkan di Kerajaan Lama Mesir (sekitar 2686-2181 SM). Personifikasinya sebagai dewi kehidupan, dewi alam, dihormati sebagai seorang ibu, dan diyakini sebagai penyihir paling kuat di alam semesta, menguatkan dugaan saya jika ia tidak lain adalah sosok “Sang pemohon umur panjang” dalam konteks budaya Mesir kuno.
Bagi saya pribadi, kalimat ini sangat menarik. Seperti sengaja dimunculkan untuk menjadi petunjuk kunci yang dapat menjelaskan jati diri sesungguhnya “Sang pemohon umur panjang”.
Makna kalimat “Aku adalah semua yang telah dan akan terjadi” sesuai dengan apa yang dijelaskan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad bahwa “umur dunia hanyalah sependek seperti umur nenek yang menyeru nabi Muhammad”
Makna kalimat “belum ada makhluk fana yang pernah (dapat) mengangkat kerudungku (membuka tabirku)” ingin mengatakan bahwa selama ribuan tahun ia hidup, tidak seorang pun yang pernah dapat mengungkap jati dirinya. Siapa dia sesungguhnya. Saya pribadi menganggap bunyi kalimat ini adalah “kalimat tantangan” dan sebuah tantangan sebaiknya dijawab bukan… 🙂
Makna kalimat “Buah rahimku adalah matahari” dalam pandangan saya mengisyaratkan bahwa Ia yang mencetuskan konsep “wangsa surya” atau “bangsa matahari” yang bisa dikatakan merupakan kekaisaran global yang menguasai peradaban kuno dan menyebarkan pengaruh dan budayanya keseluruh penjuru dunia, dari wilayah Pasifik, Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur tengah, Mediterania, Eropa, hingga bahkan benua Amerika.
Demikianlah, Ibu Hawa “sang pemohon umur panjang” telah menemani anak cucunya dalam rentang waktu ribuan tahun. Ia memberi arahan dan menginspirasi perkembangan peradaban dalam berbagai aspek; baik dalam hal kebaikan maupun dalam hal keburukan.
Namun apa pun itu, biarlah Allah yang memberi penilaian. Karena pada hakekatnya, setiap manusia yang terlahir ke dunia memang memiliki perannya masing-masing. Sebuah peran tetaplah sebuah peran. Pada akhirnya, tidak ada peran baik atau peran buruk. Yang ada hanya peran.
Sekian apa yang wajib saya sampaikan. Semoga bermanfaat. Salam.