Sexagesimal juga dikenal sebagai basis 60 atau sexagenary, adalah sistem angka dengan enam puluh sebagai basisnya. Menurut sejarah, ini berasal dari bangsa Sumeria kuno di milenium ke-3 SM, lalu diturunkan ke Babilonia kuno di milenium ke-2 SM.
Saat ketika orang Babilonia dan Sumeria (atau pun bangsa-bangsa lain sebelum mereka) menggunakan Sexagesimal sebagai dasar sistem hitung adalah masa ketika manusia masih menyelaraskan semua aspek kehidupannya dengan semua kemungkinan yang muncul di dunia atas kehendak langit.
Pada masa itu, hitungan bukan saja digunakan dalam kegiatan perdagangan, tetapi juga, terutama, untuk menuntun aspek spiritualistik manusia agar tetap sinkron dengan “siklus waktu dan peristiwa yang menyertai”, yang dipercaya, merupakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa untuk terjadi di sepanjang rentang waktu kehidupan di dunia.
Ini adalah landasan moral yang mengiringi perkembangan kebijaksanaan dunia kuno – yang diwariskan turun temurun dari sejak masa yang paling primordial, yaitu sejak utusan langit yang pertama hadir di muka bumi.
“Siklus waktu dan peristiwa yang menyertai” dapat dikatakan merupakan ritme “pola penciptaan” dunia beserta isinya. Sinkronisasi manusia dengan pola tersebut adalah berarti upaya mereka menjaga persepsi tetap fokus pada aspek “esensi diri” dan “peran keberadaannya di dunia”.
Pada masa sekarang, kita masih dapat menyaksikan ada banyak jejak kebijaksanaan dunia kuno tentang sinkronisasi waktu dunia dengan waktu akhirat yang bekas-bekasnya terserak, baik di dalam tradisi keagamaan maupun tradisi budaya suatu suku bangsa.
Sayangnya, kita tidak mengetahui lagi makna jejak tersebut sebagaimana mestinya. Seakan-akan, ada titik persimpangan dalam perjalanan sejarah di mana manusia secara begitu saja melupakan kebijaksanaan kuno tersebut.
Ada kemungkinan bahwa titik persimpangan tersebut adalah, saat di mana manusia telah cukup maju dalam hal perhitungan, sehingga, konsep hitung yang dimunculkan pada masa itu dapat kemudian menjadi landasan ideal berkembangan ilmu hitung ribuan tahun selanjutnya.
Tetapi, di sisi lain, aspek spiritual tetang sinkronisasi waktu dunia dengan waktu akhirat telah terlupakan. Mungkin orang-orang di masa itu telah mulai melihat hal tersebut sebagai hal yang tidak relevan lagi untuk menjadi fokus perhatian. Mereka menepikan realitas yang esensi lalu memulai menyelami lautan ilusi dunia.
Mereka tidak menganggap tindakan itu sebagai suatu kekeliruan yang fatal. Malah sebaliknya, mereka melihat dirinya sebagai golongan reformis visioner yang secara signifikan telah berjasa memberi perbaikan dalam perjalanan peradaban umat manusia.
Jenis golongan ini yang mungkin disebutkan Allah dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 11-12: Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.” – Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.
Sexagesimal (basis 60) Dalam tradisi Sumeria dan Babilonia
Sexagesimal yang digunakan bangsa Sumeria dan Babilonia kuno, menghitung sampai 12 hanya dengan satu tangan, dengan ibu jari menunjuk ke setiap tulang jari pada keempat jari secara bergantian. Dengan satu tangan menghitung berulang kali ke jumlah 12, lalu satu tangan lagi menampilkan jumlah iterasi, maka jumlah 60 dan 144 dapat diperoleh (Lihat gambar di bawah).
Dalam sejarahnya, selain digunakan oleh orang Sumeria dan Babilonia, sistem Sexagesimal juga diketahui digunakan dalam kalender Cina dan juga kalender suku Maya.
Dalam sistem perhitungan hari Suku Maya, dikenal penamaan basic unit seperti: 1 tun yang berarti 360 hari; 1 katun yang berarti 7200 hari, dan 1 baktun yang berarti 144,000 hari. Dan tentu saja, yang paling terkenal mengenai sistem kalender suku Maya adalah mengenai akhir hitungan kalender mereka yang berada di 12 / 12 / 2012 menurut kalender Gregorian. (sumber di sini)
Jejak angka 12 dan 144 dalam tradisi Suci Yahudi dan Kristiani
Mengungkap pertanyaan, mengapa kalender suku Maya berakhir di tanggal 12 Desember 2012, yang secara jelas menyajikan angka 12 sebagai akhir perhitungan mereka, tentu saja membutuhkan pendalaman ekstra, namun setidaknya, persepsi spiritual mereka tentang angka 12, dapat mudah kita temukan kesamaannya di dalam berbagai tradisi suci suku bangsa lain di dunia ini.
Ada banyak sejarawan yang menganggap bahwa angka 12 adalah angka yang sangat penting dalam tradisi Yahudi dan Kristiani di masa-masa awal Seperti, 12 suku Israel, 12 pengikut Yesus. Bahkan ini sampai pada tradisi Islam Syiah tentang 12 imam.
Menurut Scot McKnight (seorang sarjana Perjanjian Baru Amerika, sejarawan Kristen awal, teolog, dan penulis yang telah banyak menulis tentang sejarah Yesus), Mengenai pemilihan angka 12 oleh Yesus sebagai jumlah pengikutnya, ada banyak sarjana yang menganggap hal itu didasari oleh niat ke sesuatu hal yang mendasar, walau demikian hingga kini faktor yang membentuk niat tersebut, belum dapat disimpulkan secara meyakinkan.
Dalam Kitab Perjanjian Baru (Wahyu 21: 10-21) Kota Yerusalem baru dideskripsikan Yohanes (menurut visi kenabiannya) sebagai kota yang dasarnya berbentuk bujur sangkar dan dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari yaspis. Tinggi, panjang, dan lebar kota tersebut memiliki dimensi yang sama – yaitu 12,000 stadia.
Ketebalan temboknya disebut 144 hasta. Ada 12 buah pintu gerbang pada tembok kota (masing-masing 3 buah di sisi utara, barat, selatan, dan timur), dan di atas pintu-pintu gerbang itu ada 12 malaikat, dan nama-nama 12 suku Israel tertulis di atasnya.
Tembok itu mempunyai 12 batu dasar, dan di atasnya tertulis kedua belas nama rasul Anak Domba. Dan pada kedua belas pintu gerbang itu dua belas mutiara (setiap pintu gerbang terdiri dari satu mutiara).
Atas deskripsi kota Yerusalem baru, yang menggunakan angka 12 dan 144, beberapa kalangan menganggap bahwa kota tersebut sebagai suatu bentuk simbolis. ini terutama didasari oleh pertimbangan bahwa pada wahyu 21:9 kota Yerusalem disebut sebagai “pengantin perempuan, mempelai Anak Domba” oleh Malaikat yang berbicara dengan Yohanes.
BERSAMBUNG
(Next: Pembahasan tentang Kalpa dalam tradisi Hindu dan kaitannya dengan Kalender Wuku di Bali yang sebagian telah saya bahas dalam tulisan sebelumnya: 1 Detik Akhirat=420 Hari Dunia, Diisyaratkan Kalender Wuku di Bali)