Eseni (bahasa Inggris: Essenes) adalah nama komunitas asketik Yahudi di masa kuno, yang menurut literatur, hidup dan berkembang di Palestina dari sekitar abad ke-2 SM sampai akhir abad ke-1 M. (sumber di sini)
Meskipun di dalam kitab Perjanjian Baru nama komunitas ini tidak disebutkan, tetapi informasi mengenai mereka terdapat dalam catatan yang diberikan oleh Yosefus, Philo dari Aleksandria, dan Pliny the Elder.
Philo (Philo of Alexandria) yang sezaman dengan Yesus mengatakan bahwa mereka (Eseni) hidup terpisah jauh dari kota, memiliki kehidupan komunal dan menghindari ibadah di kuil (bait suci). Mereka memiliki tiga aturan: cinta Tuhan, cinta kebajikan, dan cinta umat manusia. Philo menyebut orang Eseni “yang suci,” yang dianggap berasal dari bahasa Yunani “osioi”.
Pliny mengatakan pemukiman komunitas Eseni terletak di En Gedi, tepi barat Laut Mati. Ia menyebut mereka sebagai “keajaiban dunia”, dan mencirikannya sebagai sebuah ras yang terus melestarikan keberadaan komunitasnya selama berabad-abad meskipun berkomitmen untuk tidak beristri.
Pliny menggambarkan Kaum Eseni berkumpul dalam komunitas biara yang, secara umum setidaknya, tidak mengikutsertakan wanita. Properti dimiliki bersama dan semua detail kehidupan sehari-hari diatur oleh manajemen biara. Kaum Eseni tidak pernah banyak; Pliny menetapkan jumlah mereka sekitar 4.000 pada zamannya.
Yosefus yang dalam waktu yang singkat pernah menjadi bagian dari orang Eseni, juga ada mencatat pola hidup komunal orang Eseni dan, kecenderungan mereka untuk membujang serta memberi ruang bagi anak yatim piatu untuk mereka perlakukan sebagai anak mereka sendiri.
Mengenai keyakinan khusus mereka, Josephus mencatat: ” … mereka sangat yakin bahwa tubuh mereka binasa dan substansinya tidak tahan lama, tetapi jiwa tidak berkematian … dan bahwa ketika dilepaskan dari ikatan tubuh, mereka, seolah-olah dilepaskan dari perbudakan yang lama, bersukacita dan naik ke atas.” Yosefus dikritik karena mencoba menjelaskan kepercayaan Essene sedemikian rupa sehingga membuatnya tampak serupa dengan pemikiran Yunani.
Asal Usul Orang Eseni
Mengenai asal usul orang Eseni, di kalangan sarjana terdapat silang pendapat. Ada yang mengatakan bahwa orang Eseni adalah percabangan dari golongan Farisi yang mengikuti aturan paling kaku dari kemurnian Lewi.
[Lewi adalah salah satu suku Israel, secara tradisional merupakan keturunan dari Lewi, putra Yakub. Keturunan Harun, yang merupakan imam besar Israel pertama. Secara turun temurun, suku Lewi melayani tugas keagamaan tertentu untuk orang Israel.]
Golongan Farisi (Pharisees) yang dianggap sebagai asal percabangan orang Eseni adalah kelas penguasa Yahudi di Israel, seperti halnya golongan saduki (Sadducees).
Keduanya (Farisi dan Saduki) adalah sekte religius bangsa Israel selama masa Kristus yang sama-sama memiliki kekuatan politik, namun secara sosial, orang Saduki lebih elitis dan aristokrat daripada orang Farisi.
Kebanyakan orang Saduki adalah bangsawan dan cenderung kaya. Mereka berasal dari keluarga bangsawan tinggi yang memiliki koneksi sangat baik dalam lanskap politik pada zaman itu. Kita mungkin menyebutnya “uang lama” dalam terminologi modern. Ini memungkinkan orang Saduki memiliki hubungan yang baik dengan otoritas yang berkuasa di antara Pemerintah Romawi.
Orang Saduki juga memiliki kekuatan politik yang sangat besar dengan memegang mayoritas kursi di Sanhedrin (dewan), sementara Orang Farisi lebih mewakili rakyat pekerja biasa.
Sanhedrin adalah Mahkamah Agung Israel kuno yang terdiri dari 70 orang. Anggotanya berasal dari golongan Saduki dan Farisi.
Tempat kekuasaan orang Saduki adalah kuil di Yerusalem; sementara orang Farisi menguasai sinagoga. Orang Saduki lebih ramah dengan Roma dan lebih akomodatif terhadap hukum Romawi daripada orang Farisi. Orang Farisi sering menolak Helenisasi, tetapi orang Saduki menyambutnya.
Perbedaan utama antara orang Farisi dan Saduki adalah mengenai pendapat mereka tentang aspek supernatural agama. Sederhananya, orang Farisi percaya pada hal-hal supernatural – malaikat, setan, surga, neraka, dan sebagainya – sedangkan orang Saduki tidak. Selain itu, orang Farisi meyakini adanya kehidupan setelah kematian, sementara orang Saduki menolak kepercayaan tersebut.
Dengan cara ini, orang Saduki sebagian besar sekuler dalam praktik agama mereka. Mereka menyangkal gagasan untuk dibangkitkan dari kubur setelah kematian (lihat Matius 22:23 ). Faktanya, mereka menyangkal gagasan tentang kehidupan setelah kematian, yang berarti mereka menolak konsep berkat kekal atau hukuman kekal; mereka percaya hidup ini adalah segalanya. Orang Saduki juga mencemooh gagasan tentang makhluk spiritual seperti malaikat dan setan (lihat Kisah Para Rasul 23: 8 ).
Ada juga kalangan sarjana yang menganggap komunitas Eseni adalah orang-orang dari golongan Saduki yang menentang pengelolaan bait suci oleh otoritas dari kalangan Saduki yang dianggap korup dan telah sangat menyimpang.
Saya pribadi melihat ada kemungkinan jika komunitas Eseni memang berasal dari golongan Saduki. Pertimbangannya, seandainya mereka berasal dari golongan Farisi yang merupakan golongan rakyat biasa, bisa jadi komunitas mereka tidak akan bisa bertahan lama.
Kelangsungan komunitas Eseni yang bertahan hingga berabad-abad nampaknya tertolong oleh latar belakang mereka yang berasal dari bangsawan tinggi Yahudi. Sehingga otoritas bangsa Israel pada saat itu memiliki rasa segan terhadap mereka.
Terkenal Setelah Penemuan Naskah Gulungan Laut Mati
Hingga akhir abad ke-20 perhatian sejarawan terhadap komunitas Eseni masih sangat minim. Ini terutama disebabkan oleh karena informasi mengenai mereka memang sangat kurang.
Mereka mulai terkenal setelah pada tahun 1947 seorang anak gembala dari suku Badui menemukan sebuah gua di dekat pantai barat laut Mati di wilayah yang disebut Qumran. Di dalam gua itu ditemukan kendi dengan gulungan di dalamnya. Setelah penemuan awal, akhirnya sejumlah gua lain dengan sejumlah besar gulungan tambahan ditemukan.
Sejak penemuan Gulungan Laut Mati pada tahun 1947–1956, penggalian ekstensif telah dilakukan di Qumran. Hampir 900 gulungan ditemukan. Kebanyakan ditulis di perkamen dan beberapa di papirus.
Waduk penampungan air, pemandian ritual, kuburan, ruang makan atau ruang pertemuan, dan banyak lagi hal lainnya, juga telah ditemukan.
Banyak ahli percaya bahwa situs tersebut adalah rumah bagi komunitas orang Eseni, oleh karena itu, dalam literatur modern, sebutan komunitas Eseni dan komunitas Qumran sering mengalami “tumpang tindih”. Ada yang menyebut komunitas Qumran adalah sama dengan komunitas Eseni, ada pula yang menganggap komunitas Qumran sebagai bagian dari orang Saduki.
Lawrence Schiffman, seorang profesor studo Yahudi dari New York University misalnya, mengatakan bahwa aturan komunitas Qumran menitik berat pada imamat dan warisan Zadok, dan ini menunjukkan jika komunitas tersebut berorientasi Saduki.
Demikianlah, kesimpulan terbaru dari beberapa sarjana bahwa tradisi hukum Yahudi yang diterapkan sekte yang bermukim di Qumran berasal dari orang Saduki, telah menyebabkan beberapa modifikasi dalam teori Eseni. Beberapa sarjana sekarang percaya bahwa kelompok yang disebut Eseni berkembang dari cabang orang Saduki yang memisahkan diri dari saudara-saudara mereka setelah pemberontakan Makabe (168–164 SM). (sumber di sini)