-->

222 Tahun Selisih waktu Tahun Wafat Jayabaya Dengan Tahun Kelahiran Siliwangi


Suatu hal menarik saya temukan ketika mencermati tahun wafat Jayabaya dan tahun kelahiran Siliwangi yang ternyata berjarak 222 tahun.

Data mengenai hal ini merujuk pada beberapa literatur yang menyebut Prabu Jayabaya memerintah kerajaan Kediri di antara tahun 1135 to 1179 M (Cœdès, George (1968). The Indianized states of Southeast Asia), dan Prabu Siliwangi yang dalam beberapa literatur disebut lahir pada tahun 1401 M (sumber wikipedia: di sini).

Jadi, jika dihitung, tahun wafat Prabu Jayabaya hingga tahun kelahiran Prabu Siliwangi tepat berjarak 222 tahun (1401-1179= 222).

Angka 222 tentu saja menarik untuk dicermati, terutama karena ia merupakan jumlah jarak tahun kehidupan dua sosok yang melegenda di tanah Jawa. Terlebih lagi karena keduanya, secara geografis, seakan merepresentasi kepercayaan tema eskatologi yang berkembang dalam masyarakat tradisional di sisi timur dan barat pulau Jawa.

Melalui pencermatan angka 222 ini saya menemukan isyarat yang mempertegas keterkaitan keduanya. Yaitu bahwa akar dari 222 adalah: 14 koma sekian-sekian…. (berikut ini bentuk desimalnya)

(dokpri)

Seperti yang telah saya urai dalam tulisan sebelumnya “Rahasia di Balik Angka 19, dan 14 huruf Muqattaʿat dalam Al Quran“, “angka 14” memiliki fenomena kekhususannya sendiri. Selama ini tersaji nyata di depan kita. Hanya kurang mendapat perhatian saja.

Misalnya, jika berbicara tentang angka spesial dalam Al Quran, pada umumnya orang akan langsung mengarahkan perhatiannya pada angka 7, 8 dan terutama 19, sementara angka 14 pada jumlah surat dalam Al Quran (114) kurang mendapat perhatian.

Pertanyaan kritis yang mestinya timbul adalah: mengapa setelah mencapai jumlah 100, lalu ditambahkan 14? mengapa tidak ditambahkan 20, 50, 60 atau 80?

Apa spesialnya angka 14 sehingga Allah lebih memilihnya dibandingkan angka 20, 50, 60, atau 80?

Jika anda telah tiba pada pemikiran kritis seperti ini, anda akan dapat melihat bahwa angka 14 di belakang koma pada 3,14 (nilai konstanta bilangan pi) tentu memiliki makna tertentu juga.

Pertanyaan kritis untuk hal ini adalah: mengapa panjang keliling lingkaran mesti selalu 3,14 kali panjang diameter lingkaran tersebut? mengapa Allah tidak menggenapkannya menjadi 3 kali saja? mengapa mesti ada nilai 14 di belakang koma?

MENGAPA ALLAH SELALU MEMILIH NILAI 14 SEBAGAI JUMLAH DI SISA AKHIR?

Tentu saja kesemua pertanyaan di atas sulit dicari jawaban tepatnya.

Meski demikian, gambaran keterkaitan antara 3,14 (bilangan pi) dengan 114 (jumlah surat dalam Al Quran) yang saya urai berikut ini, mungkin dapat dipertimbangkan…

Jika kita menganalogikan rentang waktu kehidupan di dunia ini sama dengan satu lingkaran penuh yang bernilai 360 (derajat), maka, jika kita membaginya dengan 3,14 (bilangan pi) untuk mendapatkan nilai diameternya, hasilnya adalah: 114 derajat [ 360 : 3,14 = 114,6496815286624]

Yang mengejutkan, 114 derajat itu sama dengan 1,99 rad. Melalui Persamaan ini, Allah seakan ingin mengisyaratkan bahwa angka 19 dan 114 surat dalam Al Quran memang memiliki keterkaitan.

Bahkan bisa jadi, apa yang dikemukakan Rashad Khalifa bahwa angka 19 merupakan variabel pembuktian autentisitas dan orisinalitas Alquran, terverifikasi kebenarannya di sini. (baca pembahasan menarik tentang Rashad Khalifa di artikel ini: Rahasia di Balik Angka 19, dan 14 huruf Muqattaʿat dalam Al Quran)

Persamaan di atas dapat pula kita pahami secara filosofis bahwa rentang waktu kehidupan di dunia yang kita analogikan satu lingkaran penuh yang bernilai 360 derajat, pada setiap bagian-bagiannya telah diberi tuntunan oleh Allah dalam 114 surat dalam Al Quran. Subhanallah.

(dokumen pribadi)

Merujuk pada uraian saya di atas, dapat saya tekankan bahwa memang benar jika dikatakan Allah mendisain CiptaaNya dengan bahasa matematika. Bukan saja Al Quran dan ayat-ayat yang terkandung di dalamnya, tapi juga alam semesta yang merupakan ayat kauniyah.

Demikianlah, nilai 14 yang senantiasa dipilih Allah sebagai jumlah di sisa akhir, secara intuitif saya lihat sebagai notasi yang akan dimainkan memasuki babak akhir zaman.

wangsit Jayabaya dan Siliwangi yang sangat kental berbicara tentang hal-hal yang akan terjadi di masa depan, yang secara lebih spesifik dapat kita pahami merujuk pada masa-masa akhir zaman, adalah karunia yang diturunkan Allah di bumi Nusantara sebagai bentuk “peringatan dini” sekaligus pedoman bagi kita dalam melangkah memasuki babak akhir zaman.

Sekian.

LihatTutupKomentar