-->

Mengapa di Masa Lampau Kuda Disebut 'Kaval' (asal kata Kavaleri) yang Identik Dengan kata "Kapal"?


Pada tulisan sebelumnya (Kata “Kapal, Pulau, dan Kuil” Bukti Beberapa Bahasa Dunia Memiliki Asal-usul DNA yang Sama) saya telah menunjukkan jika sebutan ‘cella’, ‘naos’, ‘shrine’, yang dalam bahasa Indo-Eropa pada dasarnya merujuk pada makna “kuil”, ternyata, di sisi lain juga menyandang makna “pulau” dan “kapal”.

Lalu tabut perjanjian atau “Ark of the Covenant” pun juga menggunakan kata ‘Ark’ yang berarti: kapal. Hal ini bahkan menjadi bahan pertanyaan tersendiri bagi orang Barat. Misalnya dalam artikel ini: Why Is It Called An Ark? (www.oneforisrael.org) disebutkan: “When we talk about “The Ark” in the Bible, we could either be talking about the Ark of the Covenant, or Noah’s Ark.” (ketika kita bicara tentang “The Ark” (bahtera) di dalam Alkitab, kita akan berbicara tentang “The Ark of the Covenant, atau “Noah’s Ark”)

Jika mencermati fenomena yang dimunculkan orang-orang di masa lampau pada kedua topik yang saya sebutkan di atas, maka tanggapan dan sekaligus pertanyaan yang mestinya timbul adalah: mengapa konsep pemikiran mereka sedemikian menyatu dengan dunia kebaharian?

dalam tulisan sebelumnya (Kata “Kapal, Pulau, dan Kuil” Bukti Beberapa Bahasa Dunia Memiliki Asal-usul DNA yang Sama) saya telah memberi argumentasi bahwa kemungkinan hal tersebut diakibatkan oleh karena konsep-konsep tersebut memang dilahirkan oleh bangsa Phonecia, sebuah bangsa berjiwa bahari di masa kuno yang dalam sejarah tercatat memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan terbukti memberi sumbangsih ilmu pengetahuan dan ajaran kehidupan keagamaan yang signifikan dalam perkembangan sejarah peradaban manusia.

Tapi, tentu saja argumentasi tersebut tidaklah cukup. Untuk memperkaya bahan analisa kita dalam mencermati konsep pemikiran orang-orang di masa lampau yang begitu melekat pada dunia maritim, dalam kesempatan ini saya akan memberi satu bahan analisa (tinjauan bahasa) menarik lainnya yang juga menunjukkan adanya aspek kebaharian.

Sesuai judul, dalam kesempatan ini saya ingin mengulas keunikan penyebutan kuda di masa lampau yakni ‘kaval’ yang secara fonetis jelas menunjukkan keidentikan bunyi kata ‘kapal’. Hal tersebut bisa kita temukan tersaji pada sebutan kata ‘kuda’ dalam beberapa bahasa di dunia. berikut ini diantaranya…

Dalam bahasa Proto-Celtic kuda disebut ‘kapallos’. Di Yunani kuno disebut ‘kaballes’. Di Turki disebut ‘kaval’ (merupakan kata dasar untuk ‘kavaleri’ yang bermakna ‘pasukan berkuda’ pada hari ini). Di persia juga disebut ‘kaval’. Di Iran kuno disebut ‘kabala’. di Italia disebut ‘cavallo, dan masih banyak lagi.

Sebelum menjawab fenomena sebutan ‘kata ‘kaval’ untuk ‘kuda’ dalam beberapa bahasa di dunia, ada baiknya kita terlebih dahulu mencermati sebutan kata ‘unta’ yang dalam beberapa bahasa dalam Indo-Eropa disebut: Camel, Kamel, Cammello.

Dengan menggunakan tinjauan fonetis artikulatoris yang dalam banyak kasus menunjukkan fakta bahwa, perubahan fonetis umumnya hanya terjadi diantara fonetis yang sekelompok, misalnya m, b, p,w adalah tergolong kelompok fotenis artikulatoris labial (contoh perubahan fonetis diantara meraka adalah pada kata banua, wanua, panua. Atau, nama Nebrod yang disebut dalam kitab Yobel (yahudi kuno), dalam bahasa Yunaninya disebut Nimrod.

Maka dapat diduga jika  fonetis m pada kata kamel atau camel, dapat berpotensi bertukar dengan p. Jadi, ‘kamel atau camel’ dapat menjadi ‘kapel atau capel’.

Kelompok fonetis artikulatoris (dokpri)
Kelompok fonetis artikulatoris (dokpri)

Demikianlah, dari uraian di atas dapat kita lihat jika dalam beberapa bahasa di dunia (terutama pada rumpun bahasa Indo-Eropa), bunyi kata ‘kapal’ bukan saja merujuk pada sebutan kuda, tapi juga sebutan untuk unta.

Hal lain yang penting dan sepertinya menjadi kunci_, adalah bahwa bunyi kata ‘kapal’ identik pula dengan bentuk kata ‘kepala’ (dalam bahasa Indonesia), yang bahkan dalam beberapa bahasa tradisional di Indonesia, kata ‘kepala’ seringkali kita dapatkan disebut ‘kapala’ (ini misalnya dapat kita temukan dalam bahasa Tae’ di Sulawesi selatan).

Dengan berdasar pada  kesemua variabel di atas, maka, kuat dugaan saya jika fenomena sebutan ‘kuda’ ataupun ‘unta’ yang mirip bunyi kata ‘kapal’ dalam beberapa bahasa di dunia, ada kemungkinan terkait atau berdasar pada aspek pemikiran filosofis orang-orang di masa kuno tentang ‘kepala’ sebagai sarana yang mengakomodasi segala kebutuhan manusia dalam “perjalanan” hidupnya. 

Pemikiran filosofis tersebut dapat kita pahami dengan menyadari bahwa segala niat, keinginan, harapan, arah, dan tujuan hidup kita, pada dasarnya tercetus, dan terkontrol pelaksanaanya dalam kepala kita.

jadi, sebutan ‘kapal’ atau ‘kapala’ bisa jadi lebih bermakna sebagai “sarana akomodasi/ transportasi dalam perjalanan” di alam pemikiran orang-orang di masa kuno. Sehingga ketika di tahap awal mereka menemukan alat transportasi laut (perahu) mereka menyebutnya ‘kapal’, lalu ketika kuda atau unta ditemukan dapat difungsikan sebagai alat transportasi darat, mereka pun juga menyebutnya dengan kata yang identik bentuknya dengan kata ‘kapal’.

Dan sepertinya, kesemua asumsi di atas (kuda = kaval = kapal = kapala ) tampaknya tersaji nyata pada desain kapal bangsa Phonecia, yang menempatkan patung kepala kuda di bagian haluan kapal mereka. Jadi, memang ada kemungkinan mereka mengetahui konsep ini pada awalnya. (lihat gambar di bawah)

Kapal-kapal Bangsa Fenisia dihiasi dengan kepala kuda untuk menghormati dewa laut mereka, Yamm. Orang Yunani menyebut mereka gauloi dan hippoi. “Gauloi” mengacu pada makna bak sebagai bentuk kapal, dan “hippoi” mengacu pada bentuk kepala kuda dari haluan. Gambaran kapal Fenisia ini ditemukan di istana raja-raja Asiria dari abad ke-7 dan ke-8 SM.
LihatTutupKomentar