Meghalaya yang dalam bahasa Sanskerta berarti “tempat tinggal awan”, adalah nama wilayah perbukitan di bagian timur laut India.
Wilayah ini dianggap sebagai tempat terbasah di Bumi, dengan tingkat curah hujan tahunan yang mencengangkan yaitu rata-rata sebesar 11.871 mm (467,35 “). Bandingkan dengan Bogor yang digelari kota hujan, dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 — 4000 mm.
Bahkan, Mawsynram, sebuah desa di distrik Bukit Khasi Timur, Meghalaya, tercatat dalam Guinness Book of World Records, pemilik rekor tertinggi yang belum terpecahkan, yaitu menerima curah hujan 26.000 milimeter (1.000 in) pada tahun 1985. (sumber di sini)
Ibukota Meghalaya adalah Shillong. Selama pemerintahan Inggris di India, otoritas kekaisaran Inggris menjulukinya “Skotlandia Timur”. [Arnold P. Kaminsky dan Roger D. Long, “India Today: An Encyclopedia of Life in the Republic”, 2011 : hlm. 455-459]
Hal menarik lainnya dari Meghalaya adalah karena Komisi Internasional tentang Stratigrafi (ICS), badan ilmiah yang bertanggung jawab untuk mengusulkan nama-nama baru untuk sejarah geologi Bumi, memilih nama Meghalaya sebagai nama zaman terbaru dalam sejarah bumi, atau bagian terakhir dari tiga subdivisi dari seri zaman geologis Holosen.
Zaman di mana kita hidup saat ini, dalam ilmu geologi disebut zaman Holosen, yaitu zaman yang dimulai dari sekitar 11.700 tahun yang lalu, yaitu setelah akhir zaman es terakhir. Zaman Holosen ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni: Greenlandian, Northgrippian, dan Meghalayan.
Sejak berakhirnya zaman es terakhir, iklim Bumi terus berfluktuasi. Pertama, ada periode hangat yang berlangsung dari 11.700 hingga sekitar 8.300 tahun yang lalu. Zaman inilah yang oleh para ilmuwan disebut sebagai zaman Greenland, atau awal holosen.
Selanjutnya, Bumi mengalami periode pendinginan bertahap dari sekitar 8.300 hingga sekitar 4.200 tahun yang lalu, Para ilmuwan kemudian menyebutnya sebagai zaman Northgrippian, atau tengah holosen.
Lalu berikutnya, zaman terakhir Holocene dimulai sekitar 4.200 tahun yang lalu hingga saat ini, dikenal sebagai Zaman Meghalaya. Zaman ini oleh para ilmuwan disebut dimulai dengan perisiwa kekeringan yang sangat merusak (Megadrought), yang efeknya berlangsung hingga 200 tahun, dan dianggap bertanggung jawab menghancurkan sejumlah peradaban di seluruh dunia.
Kekeringan tersebut sangat berpengaruh terutama pada masyarakat berbasis pertanian. Hal yang pada gilirannya menyebabkan dimulainya migrasi manusia yang luas dari daerah-daerah seperti Mesir, Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan Lembah Sungai Yangtze. (sumber di sini dan di sini)
Alasan dipilihnya Meghalaya sebagai nama zaman Holosen Terakhir, adalah data kunci Global Boundary Stratotype Section and Point atau di singkat GSSP ( titik acuan pada bagian stratigrafi yang mendefinisikan batas bawah dari panggung skala waktu geologi) yang ditemukan tim peneliti pada stalagmit yang tumbuh di Gua Mawmluh, yang terletak di negara bagian Meghalaya, India.
Dikutip dari Hindustan Times, Gua Mawmluh di Meghalaya terletak di ketinggian 1.290 meter dan merupakan salah satu dari sepuluh gua terpanjang dan terdalam di India. Stalagmit yang dikumpulkan dari sini telah menunjukkan bahwa kondisi di gua itu cocok untuk melestarikan tanda-tanda kimia transisi di masa lampau.
Menurut Dr Stanley Finney, sekretaris jenderal Persatuan Internasional Ilmu Geologi, Zaman Meghalaya adalah periode unik di antara banyak interval Skala Waktu Geologis, karena permulaannya berhubungan dengan perubahan budaya utama yang didorong oleh peristiwa iklim besar, yakni kekeringan yang berkepanjangan (Megadrought), yang menurut para ahli efeknya berlangsung hingga 200 tahun.
Dan seperti yang telah diungkap sebelumnya, periode ini menandai pula terjadinya migrasi manusia yang luas dari daerah-daerah seperti Mesir, Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan Lembah Sungai Yangtze.
Zaman Meghalaya ini diusulkan oleh ilmuwan sebagai zaman geologi di mana dimulainya masa Anthropocene, yang didefinisikan sebagai asal dari dimulainya dampak manusia yang signifikan terhadap geologi dan ekosistem Bumi , termasuk, di dalamya adalah perubahan iklim.
Zaman Meghalaya dan Hubungannya Dengan Masa Hidup Nabi Ibrahim
Bencana kekeringan (Megadrought) di 4200 tahun lalu, yang mengawali zaman Meghalaya, adalah masa hidup Nabi Ibrahim.
Hal ini misalnya disebutkan Jerald F. Dirks, bahwa Nabi Ibrahim As diperkirakan lahir pada sekitar tahun 2166 SM di kota Ur. Berikut ini kutipan pembahasannya dalam buku Mu’arif “Monoteisme Samawi Autentik”.
Yang menarik, dalam banyak riwayat tradisi agama Samawi, Nabi Ibrahim dikisahkan di masa hidupnya pernah melakukan migrasi bersama Nabi Luth.
Dalam Al Quran hal ini diisyaratkan di surat Al Ankabut ayat 26: Maka Lut membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku; sungguh, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
Sebuah hadit Nabi Muhammad pun juga ada yang menyebutkan pembahasan terkatit migrasi Nabi Ibrahim: “Akan ada migrasi setelah migrasi. Yang terbaik dari penduduk bumi akan tinggal di tempat Nabi Ibrahim bermigrasi (Ash Syam).” Hadist Nabi Muhammad ini, oleh para cendikiawan dianggap salah satu tanda akhir zaman.
Pertanyaannya, apakah benar yang dimaksud “negeri Ash Syam” dalam hadist tersebut adalah Suriah atau Levant?
Saya tidak dalam rangka ingin mengatakan pendapat para cendikiawan selama ini keliru bahwa negeri Syam yang dimaksud Nabi Muhammad sebagai tempat migrasi Nabi Ibrahim bukanlah wilayah Suriah (levant) melainkan ‘Assam’ di wilayah Benggala, tetapi, setidaknya dalam beberapa hal, sebagaimana yang telah saya bahas dalam beberapa tulisan sebelumnya, wilayah Benggala atau Asia selatan secara umum juga kuat menunjukkan indikasi sebagai wilayah di mana Nabi Ibrahim pernah hadir. baca di beberapa artikel ini:
- Temuan Jejak Orang Madyan, Aikah, dan Rass yang Disebut dalam Al-Quran
- Makna yang Terselubung dari Nama Nabi Syuaib
- Sungai Brahmaputra Bukti Jika Kaum Madyan Memang Berasal dari Kawasan Benggala
Pertimbangan tentang hal ini, terutama terkait dengan nama anak Ibrahim, Madyan, yang terindikasi berasal dari nama kawasan bernama Negeri Madyan, yang besar kemungkinan berada di wilayah Benggala. Terlebih lagi, keberadaan nama sungai Brahmaputra yang mengalir di wilayah Madyan atau Madyannagar, lebih menguatkan hal tersebut.
Di sisi lain,memang di sekitar wilayah “negeri tengah” (Madyanagar) ini pun terdapat nama wilayah bernama “Assam” yang jelas sangat memiliki kesamaan dengan “Ash Syam” yang disebutkan Nabi Muhammad.
Meghalaya dan Assam dengan fakta sebagai negeri paling basah di bumi, bisa menjadi alasan yang kuat untuk menjadi tujuan orang-orang di masa kuno untuk bermigrasi menghindari kekeringan yang berlangsung sangat lama (Megadrought), tidak terkecuali Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Demikianlah, jika para ilmuwan mengatakan bahwa Meghalaya Age (zaman Meghalaya) sebagai periode yang unik dikarenakan permulaannya berhubungan dengan perubahan budaya utama yang didorong oleh peristiwa iklim besar, ini pun bisa dikatakan sesuai dengan fakta historis, bahwa di masa inilah hadir Nabi Ibrahim yang nantinya dikenal sebagai bapak Agama-agama besar dunia.
Jadi benar, zaman Meghalaya adalah salah satu periode sejarah manusia yang sangat menentukan. Di titik inilah tonggak sejarah baru dimulainya perjalanan peradaban manusia dimulai, yang kemudian berlangsung hingga saat ini.
Nampaknya, ketika para Ilmuwan kemudian memilih nama wilayah Meghalaya untuk menjadi nama periode seri terakhir Holosen, pun bukanlah pula suatu kebetulan, tapi memang telah digariskan oleh yang Maha Penguasa Alam Semesta.
Sebagaimana bunyi Surat Al Hadid ayat 22: Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.
Al Imran ayat 190-191: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.
Jika kita lebih jauh menggali apa hikmah di balik fenomena zaman Meghalaya, kita dapat melihat bahwa bukan saja karena di Meghalaya (di gua Mawmluh) ini ditemukan data kunci penanggalan waktu geologi, tetapi juga karena nampaknya memang dari wilayah inilah Nabi Ibrahim memulai suatu peradaban baru manusia yang akan terus berlangsung hingga masa sekarang.
Ketika ia menyebutkan “Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku…” (Al Ankabut ayat 26), pada hakekatnya, perintah itu adalah suatu anugerah berwujud petunjuk Allah, agar ia menuju tempat yang iklimnya lebih kondusif, yang memungkinkannya dapat merintis peradaban besar.
Bisa jadi titik momentum ketika dampak kekeringan begitu hebat melanda bumi, sebagaimana yang diungkap para ilmuwan telah mengakibatkan runtuhnya banyak peradaban besar di seluruh dunia, seperti Mesir, Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan Lembah Sungai Yangtze, merupakan titik momentum di mana praktis lenyap pula penguasa besar nan lalim yang berpotensi mengganggu tugas Nabi Ibrahim dalam merintis peradaban besar yang akan terus berlanjut hingga ribuan tahun kemudian.
Keseluruhan fakta yang saya tunjukkan dalam tulisan ini bisa dikatakan merupakan jawaban atas pertanyaan yang selama ini menjadi polemik di kalangan sejarawan dan agamawan, yaitu tentang: “Apakah Nabi Ibrahim pernah hadir di wilayah India dan sekitarnya?”