Keduanya adalah sosok pujangga hebat. Nubuat mereka yang berbentuk metafora, harus diakui, menuntut adanya “faktor ilham” dan keluasan wawasan untuk dapat paham makna di baliknya.
Menurut literatur Prabu Siliwangi lahir pada tahun 1401 dan meninggal tahun 1521. Sementara itu, Nostradamus lahir pada tahun 1503 dan meninggal tahun 1566, artinya, ketika Prabu Siliwangi meninggal di tahun 1521, Nostradamus menginjak usia sekitar 18 tahun.
Latar Belakang Masa Kehidupan Prabu Siliwangi
Ketika Prabu Siliwangi terlahir di tahun 1401, yaitu sekitar 37 tahun setelah Patih Gajah Mada wafat (di tahun 1364), pulau Jawa pada saat itu, meskipun tengah menghadapi pesatnya penyebaran Islam, dapat diperkirakan, masih dinaungi atmosfir kebesaran dan kemegahan budaya hindu-buddha yang berkembang pesat dalam abad-abad sebelumnya, dimulai setidaknya di era wangsa Sailendra, dan memuncak ketika Sriwijaya menjadi pusat pengajaran agama Buddha terbesar di dunia. Di sepanjang rentang waktu tersebut ada banyak tokoh besar agama Buddha yang tercatat datang ke Nusantara untuk memperdalam ilmu keagamaannya.
Di antaranya, I-Tsing, Traveler Buddha dari Cina yang sempat menetap di Sriwijaya selama bertahun-tahun. Masa pengembaraannya total sekitar 25 tahun jika dihitung dengan masa ketika ia tinggal di benua India.
Di 7 atau 8 tahun terakhir pengembaraannya I-Tsing menetap di Sriwijaya untuk menerjemahkan kitab Buddha Sanskerta asli ke dalam bahasa Cina. Setelah kembali ke Tiongkok ia kemudian menduduki posisi sebagai Biksu kepala dalam pemerintahan Wu Zetian, kaisar wanita di dinasti Tang.
Biksu Besar Buddha lainnya yang sempat pula belajar di Nusantara adalah Atisa Dipankara Srijnana. Ia adalah tokoh utama dalam penyebaran Buddhisme Mahayana dan Vajrayana abad ke-11 di Asia, dan dianggap sosok yang paling menginspirasi pemikiran Buddha di Tibet.
Menurut catatan, Atisa menetap selama 12 tahun di Sriwijaya untuk belajar. Di sana ia berguru pada Dharmakirtisri yang juga dikenal dengan sebutan Kulanta dan Suvarnadvipi Dharmakirti, yang dianggap sebagai guru paling penting atau guru kunci Atisa.
Ketika Tome Pires, penjelajah Portugis, mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa antara tahun 1512 dan 1515, Prabu Siliwangi telah di usia sepuh, 111 – 114 tahun (catatan yang tersedia menunjukkan ia hidup hingga usia 120 tahun).
Ketika Prabu Siliwangi wafat (atau ada yang mengatakan “undur diri” atau moksa) di tahun 1521, setahun kemudian, 1522, barulah terbit perjanjian yang menyebutkan orang Portugis boleh membuat loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa.
Menurut literatur, pada tahun 1518 (di usia 117) ia menulis Sanghyang Siksakandang Karesian, sebuah naskah berbentuk prosa, yang memberikan aturan, tuntunan serta ajaran agama dan moralitas kepada pembacanya. Sanghyang Siksa Kandang Karesian dianggap merupakan “buku yang berisi aturan untuk menjadi resi”.
Latar Belakang Masa Kehidupan Nostradamus
Nostradamus terlahir dan besar di Perancis di tengah-tengah era renaisans – saat ketika tanah Eropa menikmati kegemilangan perkembangan ilmu pengetahun dan seni budaya.
Nostradamus bukan seorang raja seperti halnya Prabu Siliwangi tetapi, ia bukan saja memiliki reputasi sebagai peramal bagi berbagai pelanggan kaya, lebih dari pada itu, ia didukung Catherine de ‘Medici ibu dari Raja Henry II yang ia layani. Menurut Mark Strage (salah satu penulis biografi Catherine de ‘Medici), Catherine adalah wanita paling kuat di Eropa abad ke-16.
Terkecuali kematian Istri dan dua anaknya akibat wabah di tahun 1534 (saat ia berusia 31 tahun), perjalanan hidup Nostradamus secara umum relatif baik. Dari usia muda ia giat berbisnis sebagai apoteker. Kesuksesannya sebagai penulis diraihnya di awal usia 50, terhitung setidaknya sejak Les Propheties diterbitkan pada tahun 1555. Ia populer di kalangan orang kaya dan bangsawan di Prancis (dan mungkin Eropa) setelah itu. (sumber di sini)
Perspektif Urban Legend yang Melingkupi Citra Keduanya
Pada masa sekarang, nama Prabu Siliwangi dan Nostradamus dikenal sebagai sosok legenda yang mengisi halaman-halaman tentang hal yang bersifat mistis / spiritualistik dalam ingatan manusia.
Di internet, dengan mudah kita dapat menemukan ilustrasi Prabu Siliwangi yang disandingkan dengan seekor harimau putih besar, yang terlihat kuat dengan aroma mistis.
Karakter Nostradamus beserta nubuat-nubuatnya banyak hadir dalam berbagai cerita fiksi. Ia adalah salah satu manusia dari abad ke 16 yang kisahnya telah menjadi bagian dari budaya populer abad ke-20 dan 21.
Setidaknya telah ada ratusan buku fiksi / non fiksi – yang berkaitan dengan diri Nostradamus telah beredar di pasaran. Penulis skenario banyak mengadopsi nubuatnya untuk diangkat ke dalam cerita film, seperti pada End of Days (1999) yang dibintangi Arnold Schwarzenegger.
***
Demikianlah, dengan mencermati jejak karya yang mereka tinggalkan, latar belakang masa kehidupan, dan status sosial yang mereka jalani ketika hidup, kita dapat membayangkan bahwa Prabu Siliwangi dan Nostradamus sesungguhnya adalah dua sosok intelektual yang berwawasan luas di zamannya. Selain itu, besar kemungkinan juga memiliki sisi kualitas spiritual yang tinggi.
Sisi Spiritual inilah yang nampaknya, dalam perjalanan waktu, menguat menjadi citra mereka dalam ingatan generasi-generasi selanjutnya. Citra itu terus mendapat bumbu di sana sini – terus mengalami transformasi – hingga akhirnya menjadi mitos atau legenda urban seperti yang kita temui di masa sekarang.
Kesimpulannya: Alam pikiran manusia yang hidup di masa sekarang dihiasi ilusi tentang orang-orang di masa lalu, kemudian alam pikiran manusia yang hidup di masa depan akan dihiasi ilusi tentang kita yang hidup di masa sekarang. Akan demikianlah seterusnya hingga roda waktu berhenti berputar.